Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DEBU yang berhamburan dan suara bising mesin dan berbagai peralatan, nyaris tak terdengar meski dalam sebuah komplek pabrik yang memiliki luasan sekitar 200 hektare (ha). Yang nampak dan terasa adalah suasana yang ayem karena banyaknya tanaman dan jauh dari kebisingan.
Kerusakan lingkungan terus mengemuka menjadi isu sensitif dalam skala lokal, nasional hingga internasional. Lantaran, kerusakan lingkungan akan mengakibatkan perubahan iklim dunia dan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat secara keseluruhan.
Eksplorasi alam secara berlebihan, serta perlakuan dan pengelolaan limbah yang tidak serius, akan berdampak pada rusaknya keseimbangan lingkungan. Karenanya, menjaga kelestarian, merawat dan menjaga keseimbangan lingkungan, menjadi harga mati bagi semuanya.
Bertolak dari menjaga keseimbangan lingkungan itu, PT Semen Gresik (SG) tidak serta merta berniat mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT SG menempatkan lingkungan menjadi hal terdepan yang harus ditangani.
Itu nampak dari pengoperasian PT SG Tuban, yang tidak dilakukan sembarangan. Seluruh kegiatan usaha dikendalikan dengan manajemen yang terukur, terencana dan tertata rapi. Dengan begitu, seluruh kegiatan usaha mulai dari aktivitas penambangan, proses produksi hingga pendistribusian produk, tidak mengganggu lingkungan.
“Semuanya terencana, tertata dan dikelola sebaik-baiknya. Bukan untuk merusak lingkungan, tapi keberadaan pabrik semen ini justru untuk menata dan memberikan manfaat bagi lingkungan serta masyarakat sekitarnya,” kata Kepala Departemen Komunikasi dan Sarana Umum PT SG Tuban, Aris Sunarso, Jumat (21/4).
Seluruh kegiatan dari perusahaan plat merah ini diatur dan ditangani secara profesional dan menjadikan pelestarian lingkungan sebagai tumpuan utama dalam aktivitas produksinya. Pengendalian limbah menjadi hal pokok.
Seperti dalam pengendalian limbah, PT SG Tuban memanfaatkan kembali (reuse) limbah B3 yang terdiri dari oli bekas pemeliharaan mesin dan peralatan industri, sebagai bahan bakar alternatif dengan metode co-processing. Terutama di proses killen yang membutuhkan suhu setinggi 1.400 derajat celcius.
Dari bahan baku berupa batu kapur berukuran besar diolah dalam proses crusher dan setelah ukuran menjadi lebih kecil masuk ke proses rowmild. Selanjutnya dilakukan proses pemanasan (preheater) dengan suhu 800 derajat celcius. Kemudian masuk dalam proses killen (pembakaran) menggunakan suhu 1.400 derajat celcius.
“Pembakaran ini memang membutuhkan suhu yang tinggi hingga 1.400 derajat celcius. Makanya limbah B3 kami bisa dimasukkan. Bahkan di sini juga menerima limbah B3 perusahaan lain, karena kami juga memiliki izin untuk mengolah limbah B3 itu,” terang Aris.
Dari proses kegiatan produksi itu, dipastikan akan menimbulkan dampak lingkungan yang besar seperti debu dan bisingnya mesin. Namun hal itu tidak berlaku di PT SG Tuban.
Bayangan debu berhamburan tiada habisnya dan suara mesin yang terus bergulung keras memekakkan telinga, tidak terjadi. Karena semuanya bisa dikendalikan, sehingga lingkungan dalam lokasi pabrik tetap tenang dan bersih.
Bahkan untuk debu, manajemen PT SG Tuban justru menganggap debu dalam proses produksi semen, sebagai duit. Makanya emisi debu, dikendalikan secara cermat.
“Dari sisi industri, debu itu duit yang dibuang-buang. Makanya kami berupaya bagaimana debuitu seminim mungkin dijaga. Selain tidak membuang duit, dengan pengendalian debu ini juga tidak menimbulkan dampak lingkungan berupa polusi udara. Terbukti tanaman di sekitar pabrik tetap hijau,” ujar Aris.
Untuk mengendalikan emisi debu itu, PT SG Tuban menerapkan sejumlah cara. Pertama adalah perawatan berbagai peralatan dan mesin yang dimilikinya. Kedua, penerapan metode pembakaran secara tepat melalui pencampuran komposisi pembakaran yang seimbang.
“Debu itu biasanya keluar dari pembakaran batu bara yang menghasilkan karbon C ditambah O2 yang menghasilkan CO2 (karbon dioksida) yang ditandai dengan ledakan. Agar tidak meledak, dalam proses pembakaran itu, kadar oksigen (O2) dikurangi, sehingga ledakan minim dan debu tidak berhamburan,” urai Kepala Seksi Pemantauan Lingkungan PT SG Tuban, Yully Yastoro.
Kalau C plus O2, tapi bukan 1 tapi setengah, jadinya CO. itu energinya besar jadi meledak dan itu adalah safety. Makanya sekarang oksigennya dinaikkan sehingga tidak mungkin meledak.
Dengan metode itu, emisi debu dan kebisingan dalam lokasi pabrik sebagai tempat produksi, dapat dikendalikan. Terbukti dari hasil uji, emisi debu sangat kecil hanya 11,7 mg/m3, jauh dari baku mutu yang ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim yang sebesar 80 mg/m3.
Untuk kebisingan, diukur setiap 3 bulan sekali di enam desa sekitar lokasi pabrik yang menjadi titik pantau, yaitu Desa Temandang, Sumberarum, Telogowaru, Kasiman, Margomulyo dan Karanglo.
Hasilnya, emisi kebisingan dari seluruh proses produksimasih jauh dibanding baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Jika baku mutu yang dipatok pemerintah sebesar 55 desibel, emisi kebisingan di enam titik pantau itu antara 49,25 desibel hingga 52 desibel.
“Emisi kebisingan yang terbesar bukan berasal dari mesin-mesin pabrik, tapi justru dari kendaraan yang di jalanan. Itupun kalau dibandingkan dengan jalan pantura, masih jauh lebih bising kendaraan yang melintasi pantura,” imbuh Yulli.
Selain debu dalam pabrik, debu di lokasi pertambangan juga diperhatikan pihak manajemen. Untuk mengatasinya, dibuat green belt (sabuk hijau) di sekililing kawasan tambang. Green belt yang dikerjasamakan dengan petani setempat ini, menjadi buffer zone, agar debu dan kebisingan teredam.
“Lebar green belt cukup luas dengan lebar 50 meter dari tambang dan ditambah ruas jalan. Di area green belt ini ditanami pepohonan bernilai ekonomis, seperti sukun yang bisa menambah penghasilan petani. Di sela pepohonan itu, petani masih bisa menanaminya dengan jagung atau lainnya,” kata Kepala Biro Reklamasi Tambang, Eko Purnomo.
Dengan adanya green belt yang dibuat mengitari lokasi seluruh penambangan, membuat jalan-jalan yang ada di seluruh lokasi tambang nampak teduh karena banyaknya pepohonan. Kesan sebagai lokasi tambang justru pupus dengan keberadaan jalan yang teduh tersebut.
“Orang tidak akan menyangka jika memasuki lokasi penambangan dengan adanya green belt dan jalanan teduh. Karena debu berhamburan tidak ada lagi dan suara dengungan mesin hingga ledakan, juga tidak terdengar. Orang baru tahu kalau itu tambang, karena adanya truk yang melintasi jalan itu,” imbuh Eko Purnomo. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved