Perintah Pengosongan Keraton Surakarta Berbuntut Gugatan ke Pengadilan

Widjajadi
18/4/2017 20:57
Perintah Pengosongan Keraton Surakarta Berbuntut Gugatan ke Pengadilan
(Dok. MI)

PERLAWANAN hukum atas upaya Tim Pancanarendra yang memerintahkan pengosongan Keraton Surakarta masih mewarnai menjelang peringatan Tingalan Jumenengan (perayaan naik takhta) Raja PB XIII.

Pada Selasa (18/4), 11 anggota Dewan Adat masih mempersoalkan surat perintah pengosongan dari tim bentukan PB XIII melalui gugatan pengadilan di Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah.

Pada sidang pertama, Hakim PN Surakarta, Abdul Ra'uf, memberikan saran perlunya proses mediasi di antara kedua belah pihak, sebelum sampai inti dari materi gugatan. Hal itu pun dilakukan oleh dua tim kuasa hukum dari pihak-pihak yang berseteru.

Kuasa hukum penggugat, Sigit N Sudibyanto, menyoroti surat Nomor 01/Satgas.PN/III/2017 tanggal 23 Maret 2017 tentang imbauan dan perintah pengosongan secara fisik tanah dan bangunan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berikut segala kelengkapannya di dalamnya, yang ditujukan kepada lembaga Dewan Adat.

"Gugatan yang dilayangkan ke PN Surakarta pada 5 April lalu oleh klien kami yang terdiri atas 11 anggota lembaga Dewan Adat, karena menyangsikan keabsahan surat Tim Lima tersebut," terang Sigit di PN seusai proses mediasi.

Ke-11 orang penggugat dari lembaga Dewan Adat itu ialah Ratu Timoer Rumbai Kusuma Dewayani yang merupakan anak PB XIII lalu, Kanjeng Pangeran (KP) Eddy Wirabhumi, Winarno Kusumo, Bendara Raden Mas Sardiatmo Brotodiningrat, BRM Djoko Marsaid, Kanjeng Pangeran Widjoyoadiningrat, Kanjeng Raden Mas Haryo Satonojati, Gusti Kanjeng Ratu Wandansari yang akrab disebut Mbak Murtiyah, GKR Sekar Kencono, GKR Retno Dumilah, dan GKR Koes Indriyah.

Sigit mencoba memberikan gambaran bahwa sebelum Tim Lima atau Tim Pancanarendra melayangkan surat pengosongan kepada lembaga Dewan Adat, situasi Keraton Solo relatif aman dan kondusif. Situasi mulai tidak kondusif setelah ada Tim Lima yang dibentuk Sinuhun PB XIII.

Lebih dari itu, para penggugat mencermati, surat permintaan pengosongan tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan bahkan Tim Lima setelah melayangkan surat ke lembaga Dewan Adat dianggap melakukan tindakan melawan hukum.

"Tindakan Tim Lima membongkar pagar pembatas menyalahi aturan. Pagar tersebut dibuat atas dasar persetujuan bersama antara Sinuhun dan lembaga Dewan Adat pada 2013. Kami menilai Tim Lima melanggar kesepakatan perdamaian Keraton Solo yang sebelumnya telah disepakati bersama," imbuh Sigit.

Lebih jauh dia memaparkan, sejumlah langkah Tim Lima yang meminta lembaga Dewan Adat mengosongkan Keraton Surakarta dan membongkar pagar pembatas bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 23/1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Solo dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya.

Dari ekses pembongkaran pagar pembatas keraton itu, penggugat mengalami kerugian material senilai Rp7,5 juta. "Kami memasukkan kerugian material tersebut dalam isi materi gugatan," tandas dia.

Pada saat sama, kuasa hukum Tim Lima, Ferry Firman Nurwahyu, menilai, apa yang dilakukan Tim Lima lewat surat 23 Maret sudah sesuai prosedur hukum sehingga tidak perlu dipersoalkan. Terlebih jika dikaitkan sebagai pelanggaran atas Keppres No 23/1988, Ferry sangat tidak sependapat karena PB XIII ialah Raja Keraton Surakarta.

"Perintah pengosongan itu sah-sah saja Sinuhun PB XIII sebagai raja. Lagipula lembaga Dewan Adat merupakan orang-orang yang tidak memiliki kuasa menempati keraton," imbuh Ferry.

Usai proses mediasi, Ketua Majelis Hakim memutuskan sidang ditunda, dan akan dilanjutkan lagi pada 25 April mendatang. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya