Anggaran Daerah Lambat Terserap

SERAPAN anggaran di daerah sampai akhir Maret belum maksimal. Di Sumatra Selatan, misalnya, hingga triwulan pertama ini serapan anggaran baru 13,1%.

“Jika dibandingkan dengan tahun lalu, anggaran yang terserap memang naik. Namun, dari volume kontrak kerja yang sudah ditandatangani, malah terjadi penurunan,” papar Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Sumatra Selatan, Sudarso, di Palembang, kemarin.

Penurunan, lanjut dia, berarti masih banyak proyek yang belum dikontrak sebagai tahap awal pembangunan. Padahal, Kementerian Keuangan terus mendorong agar proses kontrak pembangunan fisik dipercepat.

Dari total proyek pembangunan Rp1,1 triliun di Sumatra Selatan, baru Rp274 miliar yang sudah disepakati. “Ketimbang tahun lalu terjadi penurunan karena pada periode yang sama dari total nilai kontrak Rp1,5 triliun, sudah dicapai kontrak Rp364 miliar,” tambah Sudarso.

Ia menyatakan percepatan nilai kontrak sangat memengaruhi pembangunan daerah. Sebaiknya, nilai kontrak bisa dicapai awal tahun sehingga pembangunan tidak terkesan lambat dan akhirnya terburu-buru dilaksanakan pada akhir tahun.

Di daerah ini, paparnya, pembangunan fisik yang kebanyakan proyek skala besar sudah dilakukan, sedangkan yang belum dikontrak merupakan proyek bernilai sedang dan kecil. “Soal anggaran daerah, penyerapan paling tinggi ialah belanja pegawai, belanja barang, dan realisasi bantuan sosial. Belanja bantuan sosial sampai Maret mencapai 9,6%,” tandas Sudarso.

Pekerjaan fisik pemerintah berjalan lamban di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Sampai April, dinas pekerjaan umum dan perhubungan baru melelang empat paket proyek.

“Defisit APBD 2017 menyebabkan Pemkab dan DPRD Lembata menjadwal ulang pengesahan APBD sehingga proses lelang juga ikut molor,” kata Kepala Bidang Bina Marga Anton Kohun.

Anggota Komisi II DPRD Lembata, Fransiskus Limawai, mengungkapkan dalam Rencana APBD 2017, biaya proyek pembangunan yang direncanakan melampaui ketersediaan dana.

“Pendapatan lebih sedikit daripada belanja sehingga kondisi keuangan daerah mengalami defisit.” (DW/PT/N-2)