Jalan Berliku Gereja Santa Clara

(Gan//J-1)
05/4/2017 03:44
Jalan Berliku Gereja Santa Clara
(ANTARA/RISKY ANDRIANTO)

JIKA di Kampung Sawah masjid dan gereja bisa berdiri berdekatan, hal demikian tidak terjadi di Kelurahan Teluk Pucung, Bekasi. Meski sama-sama berada di Bekasi dan jarak dua daerah itu kurang dari 25 km, kedua tempat itu punya perbedaan sangat mencolok. Gereja Santa Clara di Jalan Lingkar Utara, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi, yang tak kunjung kelar sejak dibangun pada 2015 bolak-balik diwarnai unjuk rasa. Padahal, pembangunan rumah ibadah itu telah mengantongi izin dari Wali Kota Bekasi. Massa pengunjuk rasa menolak pendirian gereja tersebut. Mereka curiga izin dari wali kota itu lahir dari hasil manipulasi data dukungan pembangunan gereja. “Semua prosedur telah dipenuhi panitia pembangunan gereja. Jadi, izin pembangunan Gereja Santa Clara sah di mata hukum. Hanya perintah hukum pula yang bisa membatalkan izin pembangunan gereja Santa Clara,” tegas Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi.

Perizinan yang diberikan Pemerintah Kota Bekasi, sambungnya, sudah dikaji secara mendalam dan disesuaikan dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No 8 dan 9 Tahun 2006 serta Peraturan Wali Kota No 16 Tahun 2006. Namun, adu kuat antara penolak dan pendukung pembangunan gereja tersebut tetap berlangsung hingga kini. Pemerhati masalah sosial, Budi Santoso, menyampaikan proses penyelesaian konflik atas pembangunan Gereja Santa Clara itu harus melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan lembaga pemerintah yang terintegrasi, yakni gabungan dari Polri, TNI, Kesbangpol, Kejaksaan, Kementerian Agama, kalangan akademisi, dan pakar hukum.

FKUB dan lembaga pemerintah yang terintegrasi itu dapat menjadi mediator yang memediasi kedua belah pihak. “Agar bisa benar-benar diurai persoalan yang ada dan sekaligus buat merekatkan kohesi sosial masyarakat Bekasi,” jelas Budi. Tentunya, kata dia, perundingan itu tidak terlepas dari peran tokoh agama dan tokoh masyarakat serta pemilik kebijakan. Upaya penyelesaian dilakukan dengan mempertemukan segala kepentingan kelompok-kelompok yang berselisih sehingga tidak ada gesek­an yang terjadi saat dialog. “Dengan cara itu, semoga hasilnya bisa diterima sebagian besar pihak, bukan seperti api dalam sekam, hanya sesaat diredam,” ujarnya. (Gan//J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya