Si Kaleng Biru yang Legendaris

Sri Utami
03/4/2017 08:40
Si Kaleng Biru yang Legendaris
(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

ENAM bemo warna biru terparkir di perempatan lampu merah kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Laiknya pasien, kendaraan roda tiga yang legendaris ini sedang bersiap untuk diperiksa 'kesehatannya' oleh seorang teknisi bemo secara bergantian.

Kali ini giliran bemo milik Aming, 44, yang akan dicek. Butuh teknik khusus untuk membuka pintu kanan bemonya.

"Hehehe maklum kendaraan tua. Apalagi sudah penyok kek kaleng," ujar Aming menjawab keheranan Media Indonesia, kemarin (Minggu, 2/4).

Tak lama, Rohadi, 40, teknisi bemo dengan peralatan bengkelnya, mulai mengecek mesin bemo Aming. Tanpa diberi tahu Aming, Rohadi langsung tahu bemo milik rekannya itu bermasalah pada remnya.

"Rem doang ini yang habis tinggal diganti saja kanvasnya," ujar Rohadi yang sudah lima tahun menjadi teknisi bemo. Menurut Rohadi, perawatan bemo cukup menguras kantong.

Untuk sekali servis, termasuk memperbaiki rem, sopir bemo harus mengeluarkan uang Rp100 ribu-Rp200 ribu. "Itu baru untuk servis, belum untuk setoran resmi dan setoran tuyul (pungli)," terangnya

Di tengah angkutan umum yang makin mutakhir, Rohadi dan Aming tidak tergerak untuk pindah profesi. Meski teman-temannya sudah banyak yang beralih karena jumlah penumpang bemo makin berkurang. Bagi Aming, rezeki bisa di mana saja tidak harus ngotot dikejar.

Aming mengaku berpenghasilan paling tinggi Rp100 ribu sehari. Dalam sehari dia harus memberikan setoran kepada pemilik bemo senilai Rp40 ribu dan Rp5 ribu untuk setoran tuyul dipotong dengan uang bensin lima liter.

"Rezeki bisa di mana sudah ada bagiannya tidak perlu sampai ngotot atau sampai rebutan. Lagi pula bemo ini jadi barang antik yang bersejarah. Soal kecepatan kalau dibandingkan kendaraan sekarang, ya jauh. Bemo itu ibarat gajah berlari. Sekencang kencangnya dia berlari masih bisa terkejar," ucapnya

Saat ini penghasilan mereka bergantung pada anak sekolah yang menjadi pelanggan tetapnya. Para penumpang pun terbatas mengingat bodi bemo penyok dan tidak sekuat dulu.

"Maksimal tujuh orang, satu orang penumpang bayar Rp3 ribu. Untuk pelajar Rp2 ribu. Kalau ada yang badannya yang besar, ya dikurangi penumpangnya satu...hahaha," ungkapnya ringan.

Wani, 50, kolega Aming, yang sudah lebih dari 20 tahun menjadi sopir bemo berharap pemerintah tidak menghilangkan kendaraan yang punya nilai sejarah tersebut.

"Bemo ini kendaraan yang benilai sejarah, jangan dihilangkan, tapi dibenahi untuk angkutan tertentu. Bisa untuk wisatawan sebagai kendaraan bersejarah di Ibu Kota," jelasnya

Penumpang bemo, Hasanah, 29, mengaku nyaman dengan bemo. Selain murah, kecepatan bemo membuatnya tidak khawatir terjadi kecelakaan. (J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya