Jakarta Butuh Tanggul Laut

Akmal Fauzi
24/3/2017 17:05
Jakarta Butuh Tanggul Laut
(Tanggul laut di kawasan Muara Baru, Jakarta---ANTARA/Wahyu Putro A.)

KOTA Jakarta disebut terancam dua banjir besar yakni, banjir rob dan luapan dari 13 sungai. Tanggul laut raksasa fase A diyakini bisa meminimalisasi ancaman banjir tersebut.

Tahap A merupakan penguatan sistem tanggul laut dan sungai yang telah ada. Pembangunannya ditargetkan selesai pada 2017. Pakar perkotaan dan aktivis lingkungan meminta pemerintah segera membangun tanggul tahap A untuk menyelesaikan kedua ancaman itu.

Pakar perkotaan dan lingkungan Universitas Indonesia, Rudy Tambunan, menjelaskan tata letak kota Jakarta dibatasi Sungai Cisadane di barat dan Sungai Citarum di timur. Adapun di bagian selatan merupakan hulu Sungai Ciliwung dan utara hulu 12 sungai lain.

Teluk Jakarta lebih banyak terbentuk karena endapan (sedimen) dari Cisadane dan Citarum dibandingkan aliran 13 sungai kecil. Batas garis pantai semakin menjorok ke daratan akibat perubahan arus musiman yang mengikis pantai yang belum bertanggul.

Di saat yang sama, daratan Jakarta turun akibat adanya pemampatan lapisan geologis yang lebih muda dan penggunaan air tanah secara berlebihan. Dengan begitu, air permukaan tidak bisa masuk ke laut. Muka tanah yang rendah itu berpotensi menyebabkan rob.

Di sisi lain, Studi Institut Teknologi Indonesia di Bandung menyebutkan permukaan air laut akan naik antara 0,25 cm, 0,57 cm, dan 1 cm per tahun. Daerah Utara Jakarta paling terancam terendam banjir rob pada 2050, areanya berkisar 40 km2, 45 km2, dan 90 km2. Cakupan wilayah itu akan meluas jika penurunan permukaan daratan lebih dalam.

Menurut Rudy, pembangunan Tanggul Fase A merupakan rekomendasi studi Jakarta Coastal Defence Strategy pada 2012 untuk mengatasi banjir besar pada 2050 bersamaan pasang air laut sebagaimana terjadi pada 2002, 1996, dan 1976.

"Tanggul pantai perlu karena pembangunan tanggul antarpolder di pantai belum terpadu, terutama di 10 muara sungai,” kata dia.

Pembangunan tanggul merupakan program yang digagas pemerintah dan biaya pembangunannya diatasi bersama pemerintah dan pengembang 17 pulau reklamasi. “Jadi yang membangun tanggul bukan pengembang,” ungkap Rudy.

Emmy Hafild, aktivis lingkungan menyatakan Jakarta akan tenggelam jika pemerintah tidak mengambil langkah-langkah terpadu. Pembangunan tanggul raksasa yang dibarengi dengan pengaturan pemakaian air tanah di daratan akan menyelesaikan banjir rob dari laut.

Adapun reklamasi 17 pulau yang digagas pemerintah merupakan salah satu cara untuk membiayai pembangunan tanggul. "Pembangunan tanggul membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak mungkin dibebankan kepada anggaran negara,” kata dia.

Menurut Emmy, reklamasi merupakan salah satu bentuk adaptasi terhadap lingkungan Teluk Jakarta yang sudah rusak dan tidak dapat dikembalikan ke posisi semula. Keberadaan reklamasi diharapkan akan menciptakan ekosistem baru yang akan memperbaiki kondisi lingkungan. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya