Dimanjakan, BUMD DKI Jadi Pemalas

Yanurisa Ananta
16/3/2017 09:57
Dimanjakan, BUMD DKI Jadi Pemalas
()

KEBIASAAN Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memanjakan BUMD-BUMD harus segera dihentikan karena hanya akan menimbulkan kemalasan yang berujung pada kalahnya daya saing.

Lebih dari itu, kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Riant Nugroho, BUMD yang tidak mandiri hanya akan membebani APBD.

"Harusnya menjadi pintu masuk bagi pendapatan DKI, BUMD yang malas malah bisa membebani APBD. Karena itu, DPRD harus selektif dalam menyetujui permohonan pemberian penyertaan modal pemerintah (PMP) yang diajukan Pemprov DKI Jakarta," ujar Riant.

Hal itu disampaikannya menanggapi sorotan terhadap BUMD di DKI Jakarta yang hidup hanya mengandalkan PMP.

Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Santoso bahkan sampai mengatakan BUMD di DKI berkembang pesat bukan karena invasi bisnis yang mereka lakukan, melainkan karena besarnya kucuran dana PMP setiap tahunnya.

Riant mengatakan DPRD menjadi kunci jawaban dari persoalan itu dengan menyeleksi ketat kucuran dana terhadap 26 BUMD DKI Jakarta.

Dalam catatannya, selama ini hanya ada satu BUMD yang mencatat keuntungan, yakni PT Pembangunan Jaya Ancol, yang termasuk daftar saham mahal (<>bluechip) di bursa efek. Sebaliknya BUMD lainnya bertahan hidup hanya dengan mengelola seluruh atau sebagian besar uang dan sirkulasi keuangan milik Pemprov DKI.

"Banyak BUMD yang berbisnis dengan hanya bergantung pada PMP dan public service obligation (PSO), bahkan untuk mempertahankan hidup. Mengenaskan sebetulnya," lanjut Riant. Sedikitnya, kata Riant, ada tiga hal yang menjadi penyebab BUMD tak bisa lepas dari kucuran PMP.

"Ada tiga alasan mengapa BUMD dibiarkan hidup seperti ini. Pertama, intervensi politik dan birokrasi Pemprov DKI yang melebihi batas. Kedua, manajemen yang kurang berkualitas, khususnya di tingkat direksi dan komisaris. Ketiga, skala usaha yang terlalu kecil sehingga mengalami under-economic-scale," tandas Riant.

Merger
Saat dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan ada beberapa BUMD yang memang tidak menunjukkan performa prima, yakni PD Dharma Jaya yang bergerak di sektor pangan dan PT Jakarta Tourisindo di sektor wisata. Keuntungan yang dicatat kedua perusahaan itu sangat minim.

Namun, ada pula BUMD yang mencatat keuntungan yang sangat signifikan, misalnya Bank DKI dan PT Pembangunan Jaya Ancol.

"Kita paling benci kalau BUMD minta PMP. Itu artinya mereka belum bisa mandiri dan bersaing. Tapi kami sekarang sangat ketat kok dalam suntikan dana PMP, ada hitung-hitungannya," tandas Sumarsono.

Contoh lainnya ialah PD Pengelolaan Air limbah (PAL) Jaya. Perusahaan itu dinilai tidak berkontribusi banyak terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

Karena itu, sambung Sumarsono, pihaknya tengah memikirkan rencana pengabungan PD PAL Jaya dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Hal itu akan dirumuskan dalam pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perusahaan Umum Daerah Air Jakarta.

"Dari sisi kinerja, PAL Jaya dan PDAM tidak begitu profitable. Diharapkan, dengan penggabungan itu kinerja mereka lebih baik," tutur Sumarsono.

Dengan merger, kerja kedua BUMD itu diharapkan akan lebih efisien sehingga biaya operasional bisa ditekan hingga 25%.(J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya