Direvitalisasi, Pasar Tradisional malah Sepi

Deni Aryanto
09/3/2017 07:47
Direvitalisasi, Pasar Tradisional malah Sepi
(MI/Galih Pradipta)

REVITALISASI pasar tradisional digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PD Pasar Jaya. Setidaknya 13 dari 153 pasar yang dikelola PD Pasar Jaya sudah direvitalisasi dengan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kelayakan fasilitas pasar yang bersih dan modern diharapkan bisa memopulerkan kembali pasar tradisional yang ditinggal pembeli. Namun, kenyataannya, meski sudah melalui pemugaran, pasar tradisional tetap sepi. Hal itu terlihat di Pasar Mikro Pesanggrahan maupun Pasar Cikini, Menteng.

Berdasarkan pengamatan Media Indonesia di Pasar Mikro Pesanggrahan yang belum lama ini direhab secara total, aktivitas jual beli terlihat sepi. Kondisinya tidak seperti pasar tradisional pada umumnya.

Lantai satu pasar, tempat penjualan aneka sayur-mayur, sama sekali tidak memperlihatkan kesibukan antara penjual dan pembeli. Suasana serupa ditemui di lantai dua yang didominasi pedagang pakaian dan lantai tiga, sentra perabotan rumah tangga. Selain itu, banyak kios yang masih tertutup.

Menurut Dede Rohmah, 46, pedagang sayur, pengunjung jauh lebih sepi setelah bangunan pasar selesai direhabilitasi, setahun lalu. "Sekarang cuma dapat capeknya. Saya sudah 26 tahun berjualan di sini. Sebelumnya saya bisa sampai kuliahin anak," ucapnya.

Setelah direvitalisasi, harga sewa kios semakin mahal sehingga semakin memberatkan pedagang. "Sebelum pasar dibangun, saya cuma bayar harian Rp6.000 berikut uang kebersihan. Namun, sekarang Rp700 ribu per bulan. Itu belum termasuk bayar listrik."

Tidak hanya sepi pengunjung, pedagang Pasar Mikro Pesanggrahan dihadapkan pada persoalan infrastruktur yang mulai rusak. Baru setahun berwajah baru, sejumlah kerusakan jelas terlihat, terutama bagian depan pasar.

Atap mulai ada bolong, begitu juga plafon. Sebagian ubin lantai retak. Saluran pembuangan air di lantai dasar yang dipakai pedagang daging dan ikan juga tersumbat.

Dalam menanggapi kondisi tersebut, pengamat perkotaan Nirwono Yoga menyatakan upaya pembangunan fisik pasar tradisional belum dibarengi dengan perencanaan fungsi. "Sangat disayangkan, pembangunan pasar tidak disiapkan matang," ujar Nirwono.

Semestinya, menurut dia, ketika pedagang masuk ke pasar, spesialisasinya sudah ditentukan. Yang terpenting ada promosi secara terus-menerus untuk menghidupkan keberadaan pasar. "Bila perlu, produk dipamerkan lewat pameran supaya lebih menarik," imbuhnya.

PD Pasar Jaya juga harus tegas kepada pedagang yang menutup kios. Sebaiknya kios itu diberikan kepada penyewa lain yang mampu mengelola. "Kekosongan kios bisa memengaruhi psikologi pengunjung yang akhirnya malas ke tempat itu. Selain itu, jangan memberikan izin kepada pedagang berjualan di luar pasar," tandasnya.

Susah parkir
Pasar Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, bernasib serupa. Area pasar tradisional berada di lantai dasar dan pedagang emas di lantai atas. Setelah direvitalisasi pada 2013, pasar yang pada 1962 dikenal dengan nama Pasar Cikini Ampiun itu tidak lagi seramai era sebelum 2000-an. Nama besar Gold Center mengaburkan keberadaan pasar basah di lantai paling bawah.

Menurut Kepala Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah, sepinya Pasar Cikini disebabkan perencanaan tidak banyak melibatkan pedagang lama dan pelanggan.

Pedagang mengeluhkan sepinya pembeli. Di pihak lain, pembeli enggan datang karena kesulitan parkir yang ada di lantai atas, sedangkan pasar tradisional berada di lantai dasar. "Seharusnya pedagang dan pengguna pasar diajak bicara. Pembicaraan meliputi desain, tata letak, akses jalan, dan perparkiran," terang Trubus.

Manajer Umum dan Humas PD Pasar Jaya Muhammad Fahri berkilah kondisi pasar tradisional itu disebabkan daya beli masyarakat rendah. Menurutnya, saat merevitalisasi pasar tradisional, pihaknya sudah melibatkan seluruh pemilik kepentingan di pasar.

Hal itu sesuai dengan amanat Perda Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Area Pasar, yaitu revitalisasi pasar harus mendapat persetujuan pemangku kepentingan pasar sebesar 60%.

Guna menarik lebih banyak pengunjung ke pasar tradisional, PD Pasar Jaya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Khusus untuk Pasar Cikini, PD Pasar Jaya mewacanakan rebranding image Cikini Gold Center supaya masyarakat tahu di sana terdapat pasar tradisional.(Aya/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya