Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
JAKSA penuntut umum mengganjar pasangan suami istri pembuat vaksin palsu dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara di Pengadilan Negeri Bekasi, kemarin (Selasa, 6/3). Terdakwa Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurahman merupakan suami istri yang memproduksi vaksin palsu jenis tripacel, pediacel, tuberculin, engerix B, dan harvix B sejak 2010.
Keduanya memproduksi vaksin tersebut tanpa standar baku mutu sesuai dengan ketentuan cara pembuatan obat yang benar (CPOB). Mereka memproduksinya di Perumahan Kemang Pratama Regency, Rawalumbu, Kota Bekasi, tempat pasangan tersebut tinggal.
Meski bukan terdaftar sebagai pedagang farmasi besar (PBF), pasutri tersebut dengan bebas mengedarkan dan memperjualbelikan vaksin-vaksin palsu ke Ibu Kota Jakarta, Bekasi, hingga Tangerang. Mereka memasarkannya kepada perorangan dan toko obat serta apotek.
Atas dasar perbuatan terdakwa yang sangat membahayakan kesehatan masyarakat, jaksa penuntut umum menjerat mereka dengan Pasal 197 UU Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dengan tuntutan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp300 juta atau subsider 6 bulan penjara. "Keduanya dituntut hukuman maksimal," papar jaksa penuntut umum Andi Adikawira.
Jaksa sangat yakin dengan tuntutannya karena dalam sidang pembuktian ia telah menghadirkan beberapa saksi berkompeten. Di antaranya penyidik kepolisian, Badan Pemeriksa Obat dan Makanan, Kementerian Kesehatan, PT GSK, PT Aventis, dan kesaksian terdakwa lainnya.
"Dari hasil sidang pemeriksaan saksi terungkap fakta-fakta terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kesehatan," tegas Andi lagi.
Bersama dengan kedua terdakwa, jaksa penuntut umum juga menjatuhkan hukuman maksimal terhadap Suparji selaku pemilik apotek. Terdakwa yang membuka apotek di daerah Kramatjati, Jakarta Timur, itu diganjar Pasal 196 UU Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 dengan hukuman 10 tahun penjara.
Nilna Farida, bidan yang beroperasi di daerah Jatiasih, Kota Bekasi, dijerat Pasal 196 UU Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009, dan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Direktur Operasional Rumah Sakit Ibu dan Anak Sayang Bunda, Hud MARS dinyatakan melanggar Pasal 197 dengan tuntutan 12 tahun penjara, denda Rp300 juta atau subsider 6 bulan penjara.
Selain itu, terdakwa Sutanto selaku pemilik percetakan yang mendapat order pembuatan label vaksin palsu dituntut 5 tahun penjara atas pelanggaran Pasal 196 UU Kesehatan nomor 36 Tahun 2009.
Sidang tuntutan sempat tertunda-tunda. Setidaknya tercatat ada enam kali penundaan. Jaksa penuntut umum memerlukan waktu untuk menyempurnakan peran terdakwa dalam pembuatan vaksin palsu. "Dalam merumuskan tuntutan kita harus hati-hati sehingga tidak ada celah dari dakwaan yang dimentahkan terdakwa," tukas Andi. (Gan/J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved