KPPS Masih Berpotensi Timbulkan Pelanggaran di Putaran Kedua

Golda Eksa
25/2/2017 20:04
KPPS Masih Berpotensi Timbulkan Pelanggaran di Putaran Kedua
(MI/RAMDANI)

PELANGGARAN yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada DKI putaran pertama diprediksi bakal terulang di putaran kedua mendatang. Kuat dugaan kasus yang masif terlihat di sejumlah TPS itu merupakan skenario dari pihak Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Ada potensi kecurangan yang sama kembali terjadi, apalagi kalau petugasnya juga masih orang lama. Kelihatanya kecurangan itu berada di tingkat KPPS," ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (KPI) Jeirry Sumampow, di Jakarta Sabtu (25/2).

Ada beberapa poin yang terkesan pelanggaran tersebut menjadi modus yang disengaja oleh pihak penyelenggara di TPS. Pertama, sangat tidak wajar jika petugas KPPS tidak memahami surat undangan pemilih (C6) bukanlah menjadi prasyarat utama.

Artinya, lanjut dia, tanpa perlu membawa surat C6 maka warga yang telah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) bisa langsung menunaikan hak pilih. Jangan membiarkan warga tersebut menunggu hingga batas akhir, seperti dibarengi dengan pemilih yang belum menerima surat C6.

"Jadi pola permainan dengan C6 sebagaimana yang disinyalir oleh salah satu paslon, memang sengaja tidak diberikan. Tujuannya menghalangi orang datang ke TPS, dan bahkan ketika orang itu mendatangi TPS malah tidak diberikan kesempatan, menunggu, misalnya."

Modus pelanggaran berikutnya, terang Jeirry, pemberian informasi teknis melalui surat edaran yang banyak muncul pada hari H, seperti ketentuan memilih yang harus melampirkan KTP, KK, dan surat keterangan lainnya.

"Sebaiknya KPU bisa memastikan dari awal terkait semua peraturan teknis itu. Jangan malah menjadikan hal itu, khususnya ketika terjadi kasus di TPS dianggap sebagai human error. Aturan teknis yang mendadak itu mungkin tidak dipahami secara baik oleh petugas KPPS," katanya.

Menurutnya, pada putaran pertama diketahui ada beberapa TPS yang terpaksa menggelar pemilihan ulang. Guna mencegah kasus serupa sebaiknya Bawaslu berani membuat rekomendasi untuk mengganti petugas KPPS, termasuk pihak RT/RW yang ditengarai ikut menahan surat C6.

Selain pelanggaran yang rentan terjadi di TPS, terang Jeirry, Bawaslu DKI pun sebaiknya segera merampungkan seluruh laporan pengaduan yang diterima pascapilkada putaran pertama. Penting pula memanfaatkan waktu yang tersedia agar nantinya setiap laporan tidak dianggap kedaluarsa.

Bawaslu DKI memang terikat oleh batasan waktu yang dikeluarkan KPU. Namun, tetap tidak dibenarkan jika pelbagai kasus pelanggaran itu tidak diproses sesuai tahapan yang berlaku, seperti verifikasi, penelitian, dan penyelidikan.

"Dan kalau Bawaslu merasa ada pelanggaran-pelanggaran yang signifikan serta membutuhkan waktu untuk memprosesnya, maka bisa saja Bawaslu membuat rekomendasi penundaan jadwal pilkada putaran dua. Ini agar dapat diselesaikan dan tidak menumpuk," ujar dia.

Terpisah, Komisioner Bawaslu DKI Muhammad Jufri, menegaskan pihaknya tetap berpegang dan mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh KPU DKI, seperti pelaksanaan pilkada putaran dua dan durasi pemrosesan laporan pengaduan.

"Kan, kita hanya menunggu jadwal dari KPU. Nanti kita lihat karena yang begitu itu tergantung dari aturan KPU. Yang pasti keputusan KPU, ya harus kita ikuti, apalagi kalau dua paslon itu (putaran dua) tidak merasa dirugikan," katanya.

Jufri enggan merinci jenis pelanggaran apa saja yang menjadi temuan dan laporan pengaduan masyarakat ataupun pengaduan dari tim pemenangan masing-masing paslon pada putaran pertama. Menurutnya, laporan yang masuk mencapai ribuan dan didominasi atas kasus warga kehilangan hak pilih. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya