Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DI bawah rintik gerimis, Dwi Siti Rhomdoni menguatkan diri untuk menaburkan bunga di pos polisi depan Plaza Sarinah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin. Dengan wajah pucat dan tubuh gemetar, Siti menahan tangis.
Di titik itulah lokasi bom kedua yang dikenal dengan nama Bom Thamrin meledak pada 14 Januari 2016 pada pukul 10.30 WIB. Beberapa menit sebelumnya, bom pertama terlebih dahulu menggelegar di dalam gerai Starbucks Plaza Sarinah.
Setahun berlalu, bom tak hanya meninggalkan luka patah tulang leher belakang sepanjang 3 cm, tapi juga trauma berat. Hingga saat ini Siti masih merasakan sakit yang sangat setiap kali memandangi gerai kopi itu. "Sampai saat ini pun belum pulih benar," isak Siti dalam acara tabur bunga yang diadakan Aliansi Indonesia Damai (Aida), Sahabat Thamrin dan Yayasan Penyintas Indonesia di depan pos polisi Sarinah.
Saat bom meledak, petugas polisi bernama Denny Mahieu tengah bertugas di pos polisi depan Plaza Sarinah. Ia masih mengingat jelas wajah pelaku bom. Saat itu Denny menghentikan pelaku yang membawa tas ransel karena melanggar aturan pembatasan lalu lintas sepeda motor.
"Saat bom pertama meledak di Starbucks, saya berdiri dekat pintu. Lalu, saya melapor melalui hand radio ke pusat. Beberapa detik kemudian saya merasa tersetrum sekitar 5 detik baru ada bunyi melengking kemudian bom meledak." Denny yang saat itu berpangkat aiptu mengalami luka cukup berat akibat banyaknya serpihan bom dan paku-paku di tubuhnya.
Dengan keadaan fisik yang sudah tak sekuat dulu, Denny hanya menjadi staf biasa di Polda Metro Jaya. "Saya harus menguatkan diri untuk terus bekerja supaya tetap termotivasi," ujarnya.
Meski masih merasa pilu, Denny dan Siti mencoba saling menguatkan diri untuk mengenang tragedi mencekam itu. Tak hanya korban bom Thamrin, acara itu juga dihadiri korban bom di depan Kedutaan Besar Australia pada 2004.
Nanda Olivia yang saat itu berada di dalam Kopaja mengalami luka patah jari telunjuk sebelah kanan. Nanda harus delapan kali menjalani operasi di Australia yang sepenuhnya dibiayai pemerintah setempat.
"Saya beruntung karena tak semua korban mendapat hak untuk bisa diobati, baik fisik maupun psikologis," imbuh Nanda.
Sementara itu, Denny Mahieu mengaku mendapat bantuan awal dari pemerintah. Namun, untuk fisioterapi, ia masih harus mengeluarkan biaya sendiri.
Setelah dirangkul Aida, barulah ia dapat menjangkau layanan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sehingga biaya fisioterapi dibiayai negara.
Direktur Aida Hasibullah pun berseru agar RUU Antiterorisme yang hingga kini terkatung-katung segera disahkan. "Sampai kini jaminan agar seluruh korban mendapat kompensasi belum bisa dipenuhi pemerintah. Padahal, itu sangat mereka butuhkan.(Putri Anisa/N-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved