Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DENGAN menggunakan seragam dinas cokelat muda, Supriani duduk di sudut ruang berukuran 4 x 8 meter. Kerudung motif bunganya diikat sekenanya di leher. Pandangannya ke atap ruangan mencari-cari agar kipas angin bisa digantungkan di atap itu. Kepala SD Negeri 02 Tambora Jakarta Barat itu tengah berupaya bagaimana 13 guru bisa nyaman bekerja di ruangan tersebut.
Tidak ada sekat beton di dalamnya. Semua hanya ditandai meja kerja. Bagian tata usaha sekolah berada di sudut paling pojok hanya difasilitasi seperangkat komputer. Ruang kepala sekolah dengan ruang tata usaha hanya disekat seadanya. Buku dan lembaran dokumen sekolah diletakkan bertumpuk di atas beberapa lemari kayu. Wajar saja mereka berdesakan karena puluhan tahun menumpang dengan sekolah lain.
"Yang penting siswa didik kami bisa bersekolah. Mereka harus nyaman belajar walaupun kami tidak tahu sampai kapan sekolah akan tetap menumpang," lirih Supriani.
Sekolah ini, lanjut Supriani, ada sejak 1990. Berada di bangunan cagar budaya. Di dalam gedung tersebut, ada lima sekolah, yaitu SDN 01-03, SMPN 63, dan SMAN 19. Semua sekolah ini beraktivitas bersamaan; hanya 221 murid SDN 02 yang masuk sore hari.
"Semua murid masuk sore karena kelas dipakai bergantian. Dengan lingkungan sekolah yang banyak begini, bisa dibayangkan bisingnya seperti apa," terang Supriani.
Aktivitas belajar sekolahnya menggunakan sembilan kelas yang dipinjamkan SDN 01 Tambora. Satu kelas berisi 32 murid. Aktivitas belajar diakui sering terganggu oleh suara bising. Tidak hanya itu, aktivitas belajar juga akan terhenti jika banjir datang.
"Kalau sudah banjir, (kedalaman) bisa mencapai 1 meter. Semua aktivitas belajar berhenti. Belum lagi, semua dokumen sekolah bisa rusak. Kami bingung harus bagaimana di tengah keterbatasan ini," ungkapnya.
Supriati mengaku sudah bosan untuk mengadukan hal itu ke dinas terkait. Menurutnya, kewajibannya mencetak generasi berkualitas jauh lebih penting.
Di tempat sama, Kepala SMAN 19 Aidarus menuturkan aktivitas belajar tidak efisien karena kekurangan ruang kelas. Akibatnya, 568 siswa harus belajar dengan sistem bergerak (moving class). Mereka secara aktif bertukar kelas.
"Sistem ini dulunya pernah diterapkan di semua sekolah, tapi ternyata tidak efisien karena murid yang datang ke kelas, bukan guru. Tapi kami masih terapkan itu karena kami masih kekurangan ruang kelas," jelasnya.
Kelas yang digunakan sebanyak 17 ruangan. Jumlah itu sudah termasuk ruang laboratorium yang juga dipakai untuk ruang belajar. Aidarus yang baru empat bulan menjadi Kepala SMAN 19 mengaku bingung dengan kondisi tersebut. (Sri Utami/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved