PNS DKI Dilarang Bawa Kendaraan, Trotoar Depan DPRD Penuh Motor

Yanurisa Ananta
06/1/2017 18:46
PNS DKI Dilarang Bawa Kendaraan, Trotoar Depan DPRD Penuh Motor
(Ilustrasi--ANTARA/Zabur Karuru)

PEMANDANGAN tidak lazim terpantau di trotoar di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (6/1) pagi. Trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki digunakan oleh sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk memarkir motor mereka.

Hari ini, merupakan Jumat pertama di bulan Januari 2017. Sesuai Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 150 Tahun 2013 tentang Penggunaan Kendaraan Umum Bagi Pejabat dan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hari ini, seluruh PNS Pemprov DKI dilarang membawa kendaraan baik roda dua atau roda empat.

Namun, berdasarkan pantauan Media Indonesia, beberapa bulan terakhir, Ingub tersebut tidak diterapkan di Jumat pertama tiap bulan. Alhasil, PNS yang mengaku lupa akan Ingub tersebut mengeluhkan sulitnya memarkir motor mereka hingga terpaksa memakan jalan trotoar.

“Sebelumnya tidak pernah parkir motor di trotoar. Setiap hari, saya parkir di basement, termasuk hari Jumat,” kata salah seorang pegawai Pemprov DKI yang menolak disebutkan namanya, Jumat (6/1).

Tiga pintu gerbang yang salah satunya terbuka setiap hari, Jumat (6/1) pagi, ditutup dan dijaga oleh Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal).

Selain itu, jalan masuk menuju tempat parkir juga dijaga agar tidak ada kendaraan yang bisa masuk. Baru sekitar pukul 11.00 kendaraan bebas masuk dengan dibukanya dua pintu gerbang.

Ingub yang disahkan pada masa jabatan Joko Widodo tersebut bak macan ompong. Pasalnya, selain tidak mencapai tujuan awal yakni menghemat bahan bakar minyak (BBM) dan mengurangi kemacetan kendaraan justru memakan lahan trotoar untuk pejalan kaki.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta.

Konsistensi atas implementasi sebuah Instruksi Gubernur kerap hanya dipatuhi di awal-awal. Pemimpin sendiri juga dinilai tidak tegas.

“Masalahnya bukan sekadar dari implementasi. Jangan-jangan di tingkat kebijakan waktu dibuat dulu tidak dianalisis dengan benar atau tidak mendengar semua suara aparatur dan jajarannya,” jelas Robert.

Ia menambahkan, tanpa diimbangi moda transportasi umum akan sulit untuk memenuhi kewajiban beralih ke kendaraan umum bagi PNS. Bus-bus antar-jemput juga terbatas dengan titik kumpul yang kerap jauh dari rumah. Robert mengatakan Ingub tersebut harus dievaluasi kembali.

“Perlu dievaluasi kalau sudah dikeluarkan 3 tahun lalu dan tidak terdengar implementasinya.” tandasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya