Ciut Nyaliku ke Halte Bus Trans-Jakarta

Deni Aryanto
04/1/2017 10:00
Ciut Nyaliku ke Halte Bus Trans-Jakarta
(ANTARA/Muhammad Iqbal)

SECARA fisik, pembangunan halte bus trans-Jakarta layang di Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta, hampir rampung. Kemarin (Selasa, 3/1) pagi, dua pekerja tengah sibuk mengecat tiang penyangga halte. Sementara, satu lagi mengencangkan baut pengencang pelat pijakan tangga di bagian atas.

Halte Trunojoyo merupakan salah satu selter yang berdiri di jalur layang Koridor 13 Ciledug-Tendean, tepatnya di depan Gedung Sekretariat ASEAN di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan.

Melongok dari bawah, rasa letih sudah menggelayut. Halte itu berada pada ketinggian 30 meter dari permukaan jalan. Yanti, salah satu petugas Pelayan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial (P3S) Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan saat itu terheran-heran sambil mendongakkan kepala ke arah tangga dan halte bus. Tinggi dan panjangnya akses yang harus dilalui calon penumpang bus masih menjadi tanda tanya baginya.

"Saya baru dua hari ini ngepos di sini. Ini kalau orang yang sudah tua bagaimana cara naiknya ya? Jaraknya tinggi banget," ujar Yanti sambil terbengong-bengong melihat ketinggian halte tersebut.

Penyandang disabilitas dipastikan tidak mungkin mengakses fasilitas yang ada. Lebar badan tangga yang hanya sekitar 1,5 meter itu dari bawah hingga atas berstruktur anak tangga, tidak disediakan jalur khusus bagi penyandang disabilitas. Butuh tenaga ekstra untuk menaikinya.

Kemiringan tangga jembatan dan halte terbilang curam, dengan kemiringan lebih dari 45 derajat. Ketinggian jalan layang di titik Jalan Trunojoyo memang lebih tinggi daripada tempat lain. Badan jalan harus menjorok ke atas terlebih dahulu untuk melompati jalur layang mass rapid transit (MRT) Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus yang melintas di bawahnya.

Ada tiga tingkat badan tangga yang harus dilewati. Mulai dari tangga jembatan penyeberangan orang dan dua lagi menyambung arah halte. Coba menapakinya, terhitung ada sekitar 120 anak tangga yang harus dipijak dari bawah hingga bagian atas.

Tingginya jarak yang harus disusuri sedikit membuat ciut nyali. Berstruktur pelat dan rangka besi, kondisi di bagian bawah jembatan sangat jelas terlihat saat menapaki satu demi satu anak tangga. Halte bus di bagian atas sudah siap digunakan, meski saat ini belum beroperasi. Dul, pekerja pengecatan halte dan tiang jembatan, mengutarakan perasaan serupa. Diakuinya, selain melelahkan, ketinggian jembatan cukup besar menimbulkan rasa takut saat menyusurinya.

"Naik (lewat tangga) pernah sekali. Gemetaran kaki, kepala juga pusing lihat ke bawah, mana muter-muter. Jadi, terus kebayang bagaimana kalau tiba-tiba sampai roboh. Kemarin sempat mengecat di atas juga," ucapnya polos. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya