Uji Materi Basuki Segera Diputus

Nur Aivanni
30/12/2016 08:23
Uji Materi Basuki Segera Diputus
(ANTARA/Yudhi Mahatma)

UJI materi yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama terkait dengan Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur ketentuan cuti bagi petahana selama masa kampanye belum juga diputus Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua MK Arief Hidayat mengaku permohonan tersebut masih dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim. Uji materi yang teregister dengan nomor perkara 60/PUU-XIV/2016 tersebut diajukan Basuki pada Agustus 2016.

"Kita segera selesaikan," ujar Arief dalam konferensi pers akhir tahun MK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin (Kamis, 29/12).

Menurut Arief, nantinya putusan itu bersifat tidak retroaktif atau tidak berlaku surut. "Putusan MK itu bersifat final dan mengikat dan putusan itu tidak berlaku ke belakang. Kalau tahapan itu sudah berlangsung dan putusan itu (diambil) setelah tahapan berlangsung, itu (putusan) berlaku ke depan. Jadi, (putusan itu) tidak berpengaruh dengan proses sekarang atau ke belakang."

Sebelumnya pengujian UU yang ditangani MK terutama terkait dengan UU Pilkada mendapat kritik. MK dinilai kurang responsif dalam menyelesaikan permohonan uji materi tentang pilkada. Hal itu diutarakan Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif Veri Junaidi.

Veri mengatakan MK seharusnya bisa memproses perkara pilkada secepat mungkin karena tahapan pilkada memiliki batas waktu yang digariskan dalam peraturan yang ditetapkan penyelenggara pemilu.

"Misalnya (uji materi) kewajiban cuti kampanye. Uji materi itu kan jadi tidak bermakna. Putusan belum juga, tapi tahapan sudah berjalan," imbuhnya.

Limitasi waktu
Soal itu, Arief menekankan pengujian undang-undang di MK tidak ada limitasi waktu kapan harus selesai diputus majelis hakim. Hal itu sesuai dengan yang tertuang dalam UUD 1945 yang mengharapkan MK bertindak secara hati-hati dalam memutus suatu permohonan uji materi.

"Kenapa tidak ada limitasi judicial review (JR) dalam UUD? Itu karena MK diharapkan dalam JR bertindak hati-hati betul," terangnya.

Pengujian UU, kata Arief, berbeda halnya dengan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang harus diselesaikan dalam jangka waktu 45 hari kerja sejak permohonan diterima di MK. Jika perkara PHP tersebut tidak diberi jangka waktu, sistem ketatanegaraan akan macet.

Saat ini MK dalam menangani pengujian UU dihadapkan pada dua situasi dan kondisi. Di satu sisi, MK bisa memutus permohonan uji materi dengan cepat, tapi di lain sisi MK pun harus bisa menghasilkan putusan yang berkualitas.

Untuk menghasilkan putusan yang berkualitas, MK harus mendengarkan keterangan semua pihak dalam satu perkara. Mereka tidak bisa membatasi keterangan dari pihak-pihak yang ingin menyampaikan pandangan.

"Ada satu perkara yang memakan waktu setengah tahun karena banyak ahli dan saksi yang diajukan. Jadi, jangan dibatas-batasi untuk segera bisa memutus," tegas Arief.(P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya