1.001 Curhat Perempuan Bantaran Ciliwung

MI
10/12/2016 09:45
1.001 Curhat Perempuan Bantaran Ciliwung
(MI/Panca Syurkani)

PEREMPUAN sering disebut lebih mengandalkan perasaan dan sukar menyampaikan apa yang dirasakan. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan 823 perempuan yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung. Mereka berani mengungkapkan isi hati selama bertahun-tahun tinggal di wilayah kumuh tersebut.

Termasuk ketika anggota Sekolah Perempuan tersebut menghadiri Festival Budaya Perempuan di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, Kamis (8/12). Tujuh orang yang menjadi perwakilan mereka bahkan berani mengungkapkan keluhan yang mereka goreskan dengan tinta di selembar kertas dan membacakannya di panggung festival.

"Saya tinggal di Kelurahan Bidara Cina, tepatnya di bantaran Kali Ciliwung. Setiap tahun dapat air banjir. Sebenarnya saya miris dengan tempat tinggal yang sekarang. Tapi, tidak banyak uang untuk beli rumah di daerah lain," kata Siti Hasnawati yang mendapat giliran terakhir setelah enam temannya lebih dulu.

Selama dua tahun terakhir, Siti dan anggota Sekolah Perempuan lainnya telah membuat 1.001 surat yang sebagian besar berisi cerita duka selama hidup mereka. Sebagian isi surat lainnya ada yang bersyukur atas nikmat yang mereka terima dan membuat lebih beruntung daripada anggota lainnya.

Salah satunya Nurul Huda yang menuliskan, 'Allah memberikan rezeki kepada kami melalui usaha orangtua kami sehingga kehidupan kami dapat lebih baik'.

Bahkan, sebagian dari 1.001 surat Perempuan Ciliwung yang sehari-hari kebanyakan bekerja sebagai buruh cuci dan ibu rumah tangga itu sempat dipajang selama festival berlangsung. Tentu saja jeritan maupun rumpian perempuan pinggiran Ciliwung tersebut menarik keingintahuan pengunjung festival.

Di antara curahan hati itu, ada yang ditulis panjang lebar dan ada yang sangat singkat, seperti yang diungkapkan Nurul. Ada juga yang sulit dibaca karena tulisan tangannya tidak bagus.

Sementara itu, mimik pengunjung yang membaca surat-surat tersebut terlihat terkejut karena sebagian besar cerita yang mereka baca sangat menyedihkan. Salah satunya, cerita bahwa ada anak perempuan yang kakeknya beristri dua, tukang judi, dan suka melakukan kekerasan terhadap istri pertamanya. Bahkan, semua penghasilan si kakek dilimpahkan kepada istri kedua.

Menurut Direktur Institut Kapal Perempuan Misiyah, Festival Budaya Perempuan merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan. Gelaran acara itu juga untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa masalah perempuan yang dahulu dianggap aib harus dicarikan solusi. (Budi Ernanto/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya