Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
NURAINI yang menjadi pemasok botol vaksin bekas untuk dua terdakwa kasus pembuat vaksin palsu, Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurrahman, ternyata memproduksi vaksin palsu juga.
Hal tersebut terungkap ketika Nuraini memberikan kesaksian dalam sidang kasus vaksin palsu dengan terdakwa Rita dan Hidayat yang digelar di Pengadilan Negeri Bekasi, kemarin. “Rita baru beli dua kali pada saya,” katanya di depan majelis hakim yang diketuai Marper Pandiangan.
Perempuan itu juga mengaku tidak memiliki kapasitas sebagai peracik obat. Apalagi, wiraswasta di bidang konveksi itu hanya mengantongi ijazah sekolah dasar (SD).
“Saya hanya sekolah sampai kelas 2 SMP,” ujar Nuraini yang juga menjadi terdakwa di kasus yang sama.
Menurutnya, ia tidak pernah mempelajari secara resmi cara membuat vaksin. Ia hanya mempelajarinya secara autodidak dari Syafrizal, pemilik apotek di Jakarta Timur.
Pembuatan vaksin palsu dilakukan di rumah kontrakannya di kawasan Jatiwaringin, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi.
“Di sini hanya singgah (untuk membuat vaksin palsu), aslinya saya bermukim di Garut, Jawa Barat,” ujarnya.
Vaksin yang diproduksinya antara lain vaksin pediacel, engerix B, dan harvix B. Setiap satu botol vaksin ia jual seharga Rp25 ribu hingga Rp55 ribu. Vaksin-vaksin itu, kata Nuraini, sebagian besar dijual kepada Syafrizal dan Kartawinata alias Rian, terdakwa lain dalam kasus vaksin palsu.
Sementara itu, botol bekas vaksin jenis tripacel ia jual seharga Rp30 ribu per paket berikut kemasan dan buku petunjuknya.
Dalam persidangan terungkap pula ia mengenal Rita sejak 2004, saat Rita masih bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit (RS) Hermina Bekasi di Jalan Raya Kemakmuran, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan. Mereka saling kenal lantaran Rita sering melihatnya membeli botol bekas vaksin kepada Sugiyati, salah seorang petugas kebersihan di RS tersebut.
Karena itulah, Rita kemudian membeli vaksin palsu dari Nuraini. “Rita mebeli dari dia (Nuraini) dua kali,” tambah jaksa Andi Adikawira Putra.
Jaksa menjelaskan kandungan dalam vaksin palsu buatan Nuraini sama dengan yang dibuat Rita, di antaranya vaksin DT/TT dan aquades. Namun, Rita memasarkan vaksin palsu tersebut lebih masif daripada Nuraini.
Sementara itu, berdasarkan keterangan saksi ahli dari Kementerian Kesehatan, Martin Sirait, praktik ilegal yang dilakukan Nuraini melanggar Undang-Undang Kesehatan pasal 196, 197, dan 198 karena Nuraini bukan termasuk pedagang besar farmasi yang punya wewenang membuat, menyimpan, dan menyalurkan sediaan farmasi seperti vaksin. (Gan/J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved