Mengundang KPK Awasi Pembahasan Raperda Reklamasi

17/10/2016 08:30
Mengundang KPK Awasi Pembahasan Raperda Reklamasi
(ANTARA/WIDODO S JUSUF)

GUBERNUR DKI Fauzi Bowo memiliki landasan hukum membangun 17 pulau pada

1995 atas dasar Surat Keputusan Presiden Soeharto No 52 Tahun 1995
tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Sudah dirancang matang sejak 1995, tapi pelaksanaan pengembangan kawasan
pantai utara Jakarta sempat terlunta-lunta beberapa tahun.

Selain karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia di era akhir
kepemimpinan Presiden Soeharto, rencana ini juga terkendala oleh
terbitnya Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun
2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi
Pantai Utara Jakarta pada 19 Februari 2003.

Angin segar kelanjutan proyek reklamasi datang kembali pada 2011. Ketika
itu Mahkamah Agung mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) No.12
PK/TUN/2011 tentang Ketidaklayakan Surat Keputusan Menteri No 14 tahun
2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi
Pantai Utara Jakarta (Kepmen LH No. 14 Tahun 2003).

Dengan demikian, Kepmen LH yang menjadi kendala pelaksanaan reklamasi
pantai utara Jakarta secara hukum tidak berlaku lagi. Setelah pengesahan
Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
2030, Fauzi Bowo menerbitkan empat surat persetujuan prinsip reklamasi
Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo, Pulau G kepada PT Muara Wisesa
Samudra, Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Paksi, dan persetujuan
prinsip reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk pada 12
Januari 2012.

Setelah itu, pada 19 September 2012 terbit Pergub DKI Jakarta No. 121
Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Selanjutnya, pada masa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bertindak selaku
Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta pertengahan 2014, ia memperpanjang
persetujuan prinsip reklamasi keempat perusahaan pengembang yang menjadi
mitra Pemprov DKI dalam melaksanakan reklamasi di pantai utara Jakarta.

Akhirnya, pada 23 Desember 2014 Gubernur Ahok menerbitkan Izin
Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada PT Muara Wisesa Samudra. Kemudian,
pada 2 Oktober 2015 menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F dan
Pulau I.

Terakhir, pada 17 November 2015 mantan Bupati Bangka Belitung itu
menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K. Ketika izin pelaksanaan
reklamasi dipermasalahkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahok
menampik tudingan perizinan reklamasi Teluk Jakarta diterbitkan pada
masa pemerintahannya.

Ahok menegaskan dirinya hanya memperpanjang izin reklamasi 17 pulau yang
diterbitkan oleh Gubernur Fauzi Bowo. Izin tersebut bukanlah penerbitan
izin baru.

"Saya tidak tahu kalau itu dianggap menyalahi aturan karena sifatnya
bukan kasih izin baru. Itu hanya melanjutkan izin reklamasi 17 pulau
yang dikeluarkan Foke," terangnya.

Ahok mengingatkan izin reklamasi tidak bisa dibatalkan begitu saja.
Sebab penerbitan izin oleh gubernur terdahulu mengacu kepada Keputusan
Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara. "Yang bisa
dibatalkan ialah pengajuan izin untuk reklamasi baru," jelasnya.

Dalam proyek reklamasi, ada beberapa perizinan yang harus dipenuhi
pengembang sebelum melakukan reklamasi yaitu izin prinsip reklamasi,
izin pelaksanaan reklamasi, dan izin pemanfaatan reklamasi.

Dalam izin prinsip, pengembang wajib melakukan kajian seperti
thermodinamika, Detail Enginering Desain (DED), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL), serta kajian
lainnya.

Hasil kajian yang diajukan pengembang akan dinilai oleh tim independen
di bawah koordinasi Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD).
Setelah terpenuhi, pengembang akan mendapatkan izin pelaksanaan.

Hingga saat ini, tercatat ada lima pengembang yang telah mendapatkan
izin pelaksanaan reklamasi. Empat dari lima perusahaan tersebut, izin
pelaksanaannya terbit di era Gubernur Ahok, yakni PT Muara Wisesa
Samudera, PT Jakarta Propertindo, PT Jaladri Kartika Paksi, dan PT
Pembangunan Jaya Ancol.

Sementara, PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung
Sedayu, sebagai pengembang Pulau C, D, dan E, memperoleh izin
pelaksanaan reklamasi pada era Fauzi Bowo menjadi Gubernur DKI di tahun
2012.

Pekan lalu, Gubernur Ahok kembali mengajukan Raperda Reklamasi ke DPRD
DKI. Raperda tersebut berkaitan dengan izin mendirikan pulau dan izin
mendirikan bangunan di atas pulau.

Terkait permintaan Ahok tersebut, Anggota Badan Anggaran DPRD DKI
Bestari Barus menanggapi positif. Dirinya menyadari pengembang akan
mengalami kerugian bila pembahasan Raperda ditunda-tunda. Meski
demikian, kerugian pengembang akan tertutupi karena keuntungan reklamasi
akan berlipat-lipat.

“Saya rasa segera bisa dibahas. Sekarang saja sedang ditentukan tanggal
pembahasannya oleh badan legislasi,” jelasnya. Politisi Partai NasDem
tersebut berharap pembahasan raperda yang diajukan Gubernur DKI harus
diawasi oleh KPK, kejaksaan maupun polri. (Sru/Mhk/T-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya