Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PRO kontra pengembangan pantai utara Jakarta mengangkat kembali rencana
Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara yang disebut juga dengan
proyek NCICD (National Capital Integrated Coastal Development).
Dalam rapat terbatas April 2016, Presiden Joko Widodo mendorong
percepatan NCICD dengan mengintegrasikan reklamasi 17 pulau di Teluk
Jakarta ke dalam "Proyek Garuda".
Saat itu, Presiden meminta langsung Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) mengkaji ulang masterplan proyek NCICD agar
terintegrasi. "Presiden memberikan arahan kepada Bappenas untuk
menyelesaikan program besarnya, planing besarnya, antara 'Garuda
Project' atau NCICD terintegrasi dengan reklamasi 17 pulau," ujar
Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyatakan keputusan
pemerintah melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang terintegrasi
dengan NCICD berdasarkan kajian ilmiah.
Ia memastikan kelanjutan proyek tersebut untuk kepentingan nasional dan
masyarakat Jakarta. "Kalau tidak dilanjutkan terlalu riskan karena tanah
Jakarta setiap tahun turun setidaknya 7,5 sentimeter," katanya.
Jakarta, lanjut mantan Menko Polhukam itu, juga mengalami kekurangan
sumber air. Jika NCICD yang dikenal dengan sebutan proyek tanggul
raksasa (Giant Sea Wall) selesai dibangun, air asin di yang berada
bawah dua meter bisa diproses menjadi air minum. Hasilnya, sekitar 45
meter kubik per detik atau setara dengan 40% kebutuhan air warga
Jakarta.
Sebenarnya, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah memulai proyek
NCICD pada 2014. Alasannya jelas, sebagai langkah antisipasi ancaman
tenggelamnya Ibu Kota yang diperkirakan terjadi pada 2050. Permukaan
tanah Jakarta turun 10 Cm - 12 Cm per tahun dan sebaliknya permukaan air
laut naik 5 Mm-6 Mm.
Menurut Menteri Luhut, groundbreaking proyek NCICD dimulai Menko
Perekonomian Chairul Tanjung pada Oktober 2014. Ketika itu, Chairul
Tanjung memutuskan pelaksanaan NCICD tahap pertama dengan membangun
bendungan besar sepanjang 8 km dari 33 km di Teluk Jakarta.
Rencana yang sudah disiapkan, pembangunan awal diprakarsai pemerintah
pusat, yang diwakili Kementerian Pekerjaan Umum serta Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Biaya yang diperlukan sebesar Rp3,2 triliun.
Pembiayaannya masing-masing 50%. Chairul Tanjung menargetkan pembangunan
tanggul raksasa sepanjang 8 km selesai dalam waktu tiga tahun.
Pembangunan NCICD dirancang melewati tiga tahap. Target penyelesaian
keseluruhan akan memakan waktu 16 tahun. “Ini tahap awal. Masih ada
tahapan berikutnya. Kalau konsisten itu baru selesai 2030,” ujar pria
yang akrab disapa CT itu.
Proyek diperkirakan menelan biaya Rp400 triliun-Rp500 triliun. Tentunya
tidak semua dana berasal dari pemerintah, melainkan juga pihak swasta.
Pihak yang dilibatkan antara lain Agung Sedayu Grup dan Ancol.
Mendongkrak pendapatan
Pembangunan pulau reklamasi merupakan grand desain yang akan
mendongkrak pendapatan negara. Tapi yang paling merasakan dampak
positifnya ialah dunia kerja karena terjadi penyelamatan 1,5 juta
pekerja sekaligus menciptakan 550 lapangan kerja baru.
Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Firdaus Ali tidak memungkiri
bahwa sebagian besar penduduk yang tinggal di pulau A-H adalah orang
berpenghasilan besar. Artinya, secara finansial mereka juga akan
membayar pajak dalam jumlah besar.
“Kami hitung dari NJOP tanah saja, pemerintah bisa mendapatkan Rp48
triliun. Ini jelas menjadi keuntungan yang tidak main-main. Itu baru
dari penjualan tanah saja belum yang lainnya,” imbuhnya.
“Ketika Giant Sea Wall selesai, itulah akses tol yang memudahkan
warga Jawa Barat pergi ke Banten. Tol di atas bendungan raksasa
menghubungkan tiga provinsi meliputi Jabar-DKI-Banten yang terintegrasi
dengan tol Cibitung, Tanjung Priok, bandara, selain juga jalur kereta
cepat,” imbuh Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum itu lagi.
Berbagai fasilitas kampung nelayan akan dibangun dari pendapatan pulau
reklamasi antara lain rumah sakit, dermaga dan sekolah khusus nelayan.
Perkampungan nelayan dibuat di bagian luar Giant Sea Wall untuk
memudahkan nelayan melakukan aktifitas melaut dengan kualitas air dan
perikanan yang baik serta biaya relatif rendah.
“Wisata bahari juga dibuat. Kita inginkan peningkatan ekonomi nelayan
sesempurna mungkin. Untuk 10 tahun ke depan kami harapkan mereka tidak
ada lagi yang menggunakan kapal jelek,” tuturnya.
Di sisi lain, berdasarkan kajian, reklamasi dapat menghindarkan kerugian
pemerintah sekurang-kurangnya US$200 miliar (setara Rp2.800 triliun
dengan kurs Rp14.000 per US$) akibat semakin buruknya pengelolaan
lingkungan dan dipastikan berdampak panjang untuk kelangsungan Ibu Kota.
Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati yang dihubungi terpisah pekan
lalu menjelaskan ke 17 pulau dibuat menjadi kawasan terpadu dan
terintergrasi, serta akses lengkap, mudah, dan terjangkau masyarakat
luas. "Ke 17 pulau dibagi menjadi kawasan barat, tengah dan timur,"
cetusnya.
Kawasan sub barat dan tengah difungsikan sebagai perumahan horizontal
dan vertikal yang didukung dengan perkantoran, perdagangan dan jasa,
serta pariwisata secara terbatas. Pengembangan kawasan wisata
terintegrasi dengan Kepulauan Seribu.
Kawasan sub timur difungsikan sebagai kawasan industri dan pengelolaan
limbah dan jaringan kabel bawah tanah dari Giant Sea Wall. Kawasan
ini terintegrasi dengan kesibukan Pelabuhan Tanjung Priok, Marunda,
kawasan industri, maupun pergudangan.
Sesuai amanat Undang-Undang, proporsi ruang terbuka hijau mencapai 30%
di setiap pulau. Selain itu ada ruang terbuka biru 5% bersifat wajib
yang harus dipenuhi oleh semua pulau. "Ruang terbuka hijau ini akan
berdampak pada peningkatan sistem pengendalian banjir,” papar Tuty.
(Mhk/T-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved