Puluhan Tahun tanpa Uluran Tangan Pemerintah

KG
16/9/2016 06:40
Puluhan Tahun tanpa Uluran Tangan Pemerintah
(ANTARA/INDRIANTO EKO SUWARSO)

SEBAGAI salah satu keresiden­an VOC di zaman kolonial Belanda, Kota Depok, Jawa Barat, menyimpan banyak bangun­an bersejarah. Di antaranya Ge­reja Protestan Indonesia Barat Imanuel (GPIBI), Sekolah Me­nengah Atas Kasih, Rumah Sakit Harapan, dan be­berapa rumah tua, yang ­semuanya mencapai usia seratusan tahun.

Seluruh bangunan peninggalan Belada itu kini dirawat Yayasan Lembaga Corne­lis Chastelein (YLCC), organisasi nirlaba yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan.

Menurut Ketua YLCC Valentino Jonathan, situs peninggalan VOC di Depok, baik makam, bangunan kuno, sekolah, maupun rumah sakit tidak pernah men­dapatkan perhatian dari pemerintah.

“Selama ini perawatan sekolah, rumah sakit, dan makam dibiayai dari penghasilan rumah sakit dan sekolah. YLCC yang melakukan perawatan,” ujarnya.

Perawatan yang dilakukan YLCC itu sudah berjalan puluhan tahun. Karena itu, ia tak pernah berharap ada uluran tangan dari Pemerintah Kota Depok.

“Saya pernah ikut dalam mu­syawarah rencana pembangunan (musrenbang) tingkat kelurahan, kecamatan, hingga tingkat kota, tapi memang ti­dak pernah ada usul pembiayaan perawatan tempat-tempat bersejarah. Karena itu, saya sekarang enggak pernah berharap lagi pada pemerintah,” ujarnya.

YLCC, lanjutnya, tidak pernah berkecil hati. Tanpa diberi bantuan pun oleh pemerintah, sekolah, rumah sakit, makam, dan beberapa bangunan pe­ninggalan Belanda tetap bisa terawat dengan baik.

Sebelum hengkang dari Indonesia, sambung Valentino, pemerintah kolonial Belanda mewariskan Jembatan Panus dan juga 15 hektare tanah yang di atasnya berdiri Kantor YLCC, Gereja Protestan Indonesia Ba­rat (BPIB) Imanuel, Sekolah Menengah Atas Kasih, Rumah Sakit Harapan, permakaman tentara Belanda, dan belasan rumah tua kepada pe­merintah Indonesia. Se­muanya terletak di Kelurahan Depok, Pancoran Mas.

“Kolonial Belanda mewariskan 15 hektare tanah ke YLCC be­­rikut bangunan-bangunan dan makam untuk dirawat dan dipelihara. Belanda juga berpesan, warga Belanda yang dimakamkan di Depok untuk dirawat dengan baik. Seluruh peninggalan Belanda itu masih ada hingga sekarang dan kami rawat,” katanya.

Merawat bangun­an peninggalan Belanda itu penting, ujar Valentino, untuk menunjukkan kepada generasi mendatang bahwa Depok dulunya kota interkultural. Berbagai etnik dan suku berinteraksi di kota itu, di antaranya Belanda, Tionghoa, Betawi, dan Sunda. (KG/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya