Perbatasan Serawak Titik Sabu Merampak (Tulisan 1)

Sry Utami
13/9/2016 12:00
Perbatasan Serawak Titik Sabu Merampak (Tulisan 1)
(Dok. MI)

MUDAHNYA tereksekusi mati Freddy Budiman memasok narkoba dengan jumlah besar melalui pelabuhan resmi mengingatkan ada persoalan sangat serius yang mengepung Indonesia. Ketika pintu resmi pelabuhan juga bisa dimasuki, Indonesia juga akan kewalahan karena dibombardir mafia narkoba melalui pintu perbatasan negara jiran.

Perbatasan Indonesia terutama dengan Malaysia terbilang sangat terbuka dengan penjagaan minim. Mafia bisa memasok narkoba lewat jalur perairan Selat Malaka. Tapi pasokan terbesar diduga melalui perbatasan Serawak, Malaysia, dengan Kalimantan Barat, Indonesia.

Panjang garis perbatasan darat Serawak-Kalbar terbentang sepanjang 966 kilometer. Aparat di Kalbar mengungkapkan narkoba jenis sabu merupakan pasokan terbanyak dari Serawak. Sabu tersebut diproduksi di Tiongkok, transit di Serawak, kemudian dibawa masuk ke Indonesia.

“Di sini orang menyebut, sabu Serawak kualitas paling bagus," tutur aparat tersebut, pekan lalu.

Para pelaku dalam pemeriksaan mengaku zat-zat terlarang itu dibeli dari bandar berkewarganegaraan Malaysia. Kelompok tersebut sepenuhnya menguasai suplai narkoba di perbatasan. Mereka tergolong mandiri dan sangat kuat.

Berbeda dengan Indonesia yang peredaran dan suplai narkobanya dikendalikan sindikat asal Afrika Barat dan Eropa Timur. Posisi Indonesia hanya sebagai mitra. Di perbatasan Serawak-Kalbar, sindikat asal Afrika Barat dan Eropa Timur, tidak punya pengaruh.

Penelusuran Media Indonesia, para pelaku membawa masuk barang-barang terlarang menggunakan kendaraan pribadi dan bis. Modus yang dipakai para pelaku dengan memecah barang terlarang dalam beberapa paket lalu menyembunyikannya di dalam mobil.

Ong Bok Seong dan Abang Hendry Gunawan yang tertangkap 15 Januari 2016, misalnya, masuk ke Kalbar lewat Entikong dengan mengendarai mobil Toyota Kijang Innova bernomor polisi KB 1066 HR. Kedua pelaku membawa 11,23 kg sabu.

Narkoba jenis Methamphetamin itu disembunyikan di beberapa tempat yakni di dalam persnelling, di bawah jok, serta sebagian dimasukkan ke dalam kotak barang elektronik berupa CPU, water purifier dan speaker.

“Kami menemukan barang bukti 11,23 kg sabu yang disembunyikan tersangka setelah memeriksa dengan teliti,” kata Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat Saipullah Nasution saat dikonfirmasi, pekan lalu.

Lain lagi modus Japar, Frans Darsono dan Moh Rizal. Pada 1 Mei 2016, ketiga pelaku mencoba menyelundupkan 5,15 kg sabu lewat Entikong.

Ketiganya masuk ke Kalbar dengan menumpang bis Eva QAV 7552. Mereka menyembunyikan barang terlarang itu di balik dinding toilet (false compartment). Upaya mereka kandas setelah petugas Bea dan Cukai memeriksa toilet bis.

Sepanjang 2016, sebanyak empat kasus penyelundupan narkoba dari Serawak telah digagalkan. Dari empat kasus tersebut, tiga diantaranya ialah penyelundupan sabu-sabu dan satu kasus pil happy five. Total barang bukti sabu yang disita seberat 16,61 kg.

Para penyelundup narkoba dari Serawak tidak hanya memakai mobil dan bis untuk memasok narkoba ke wilayah Indonesia. Mereka juga melaksanakan aksi berjalan kaki memanfaatkan jalur-jalur tikus di hutan belantara.

Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Batalyon Infanteri 144/Jaya Yudha membongkar aksi itu pada 13 April 2016.

Sumber di Yonif 144/Jaya Yudha menuturkan tiga pelaku yakni Ewaldus Ewan, Febriansyah dan Zul Elvis berjalan kaki selama kira-kira 8 jam dari Tebedu, Malaysia, ke Dusun Pangah, Entikong, dengn membawa 2 kg sabu.

"Kami menangkap mereka di Dusun Pangah," ujar aparat tersebut.

Kelompok lainnya memanfaatkan jalan darat yang masih minim penjagaan di Dusun Jagoi Babang. Di dusun itu terbentang jalan tak beraspal yang dapat dilalui mobil. Salah satu aksi penyelundupan narkoba lewat jalur tersebut dibongkar aparat Polres Sambas pada 17 April 2016.

Dua pelaku bernama Murni dan Hendro mengendarai Daihatsu Grand Max bernomor polisi KB 8025 PA membawa 17 kg sabu. Mereka berkendaran dari Serikin Malaysia masuk ke Indonesia melalui Jagoi Babang. Sabu disamarkan di barang-barang pelintas batas. Namun aparat Polres Sambas dapat menemukannya.

Selat Malaka
Perbatasan Malaysia lainnya yang juga dijadikan mafia narkoba sebagai pintu masuk ke Indonesia adalah Selat Malaka. Banyak pulau kecil tempat pelaku bersembunyi lalu berlabuh di kampung nelayan maupun pesisir pantai.

Barang dari negeri serumpun itu dibawa ke perairan Nanggroe Aceh Darussalam melalui pelabuhan kecil Kuala Tanjung maupun Sabang yang selanjutnya bergeser ke Pulau Riau.

"Dari Batam diangkut menggunakan kapal bahkan sarana perang," ungkap Ketua Indonesian Narcotic Watch Josmar Naibaho.

Menurutnya, aparat kepolisian maupun otoritas pelabuhan tahu sindikat menggunakan pelabuhan sebagai pintu masuk narkoba ke Indonesia. Ia juga yakin aparat tahu ada fasilitas perang yang digunakan untuk mengangkut narkoba ke Jakarta.

“Siapa yang berani memeriksa kapal perang? Apa mau ditenggelamkan? Dengan alasan kerahasian negara, tidak ada yang berani memeriksa,” imbuhnya.

Bukan rahasia umum juga kalau kapal dari Johor Baru berlabuh ke pelabuhan kecil, antara lain ke Pantai Pasir. Dari pantai itu selajutnya narkoba diangkut menggunakan jalur darat.

Selain itu, pemasok suka menggunakan jalur dengan infrastruktur buruk agar lolos dari pengawasan aparat keamanan.

Josmar Naibaho menegaskan diakui atau tidak, bisnis penjualan narkoba di Indonesia melibatkan pejabat tinggi. Mereka bukan sebagai pengguna karena tentu sadar kesehatan namun tergiur pada bisnis narkoba yang memproduksi uang besar dalam waktu cepat.

"Dulu kan ada judi, telah distop. Sekarang produksi uang tercepat ada dalam bisnis narkoba," cetusnya.

Berdasarkan pemetaan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), setidaknya terdapat 41 pelabuhan laut yang menjadi jalur masuknya narkoba ke Indonesia.

"Masing-masing tempat tersebut juga punya pelabuhan kecil. Jumlahnya ratusan. Jika personel kami diturunkan semua, saya pikir tidak cukup,” tangkas Direktur Bidang Perundang Undangan BNN Supardi menyikapi narkoba yang terus membanjiri Indonesia.

Dia mencontohkan Batam, memiliki ratusan pelabuhan tikus tempat memasok narkoba dari luar negeri, yang selanjutnya masuk ke perairan Banten.

“Selain personel, anggaran kami juga tidak cukup. Tahun ini saja anggaran sudah habis pada pertengahan tahun,” terangnya. (Mhk/T-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya