Pengacara Jessica Pertanyakan Soal Tidak Diautopsinya Jasad Mirna

Deni Aryanto
31/8/2016 17:01
Pengacara Jessica Pertanyakan Soal Tidak Diautopsinya Jasad Mirna
(ANTARA)

PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8) kembali menggelar sidang lanjutkan kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin. Dalam sidang kali ini, Otto Hasibuan, selaku pengaca terdakwa Jessica Kumolo Wongso, kembali mempertanyakan tidak diautopsinya jenazah Mirna.

Otto mempertanyakan mengapa autopsi tidak dilakukan tim dokter RSCM walau sempat mengajukan permintaan autopsi kepada keluarga Mirna. Ahli Kedokteran Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Budi Sampurna menyatakan Budi menjelaskan, saat itu penyidik bersama pihak keluarga melakukan diskusi dan memutuskan mengurungkan melakukan otopsi. Ada kesepakatan bahwa setidaknya diambil sampel untuk membuktikan penyebab kematian Mirna.

"Mereka mendiskusikan, ada kecurigaan kemungkinan (Mirna) keracunan. Jadi setidaknya diambil bahan sampel dari organ yang sekiranya dilalui racun," paparnya.


KASUS kematian Wayan Mirna Salihin akibat sianida sudah dapat dipastikan lewat pemeriksaan cairan pada lambung dan gejalan sebelum meninggal. Meski di satu sisi, otopsi menjadi standar untuk mengetahui penyebab kematian seseorang.

Pengambilan sampel cairan lambung pada tubuh Mirna, dikatakan Ahli Kedokteran Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Budi Sampurna lantaran ada penolakan otopsi dari pihak keluarga korban. Berdasarkan pemeriksaan luar, sudah terlihat gejala keracunan sianida pada Mirna.

"Gejalanya seperti nafas yang cepat, kejang-kejang, koma, hingga meninggal. Ditambah ditemukannya CN (sianida) di isi lambung. Itu sudah memberikan petunjuk," jelas Budi saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Jakarta Pusat, Senin (31/8).

Saat pemeriksaan, sambung Budi, pihak keluarga mengajukan keberatan untuk proses autopsi jasad Mirna. Pada kondisi seperti ini, penyidik tidak berhak memaksakan otopsi tetap dilakukan.

Budi yang menjadi saksi ahli mengatakan hingga kini, autopsi menjadi standar untuk mengidentifikasi kematian seseorang. Namun, berdasarkan perkembangan, langkah itu tidak menjadi salah satu patokan. Ada beberapa teknik lain yang dapat dilalui untuk mendiagnosa kematian seseorang.

"Bisa juga dengan pemeriksaan toksikologi dengan alat robotik atau CT Scan. Contohnya di Swiss, mulai dilakukan upaya lain mengetahui penyebab kematian. Lalu di Israel, dilakukan CT Scan, karena (jasad) tidak boleh diautopsi," katanya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya