Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
TIGA pria berbadan kekar bergegas menuju gedung Jakarta International Container Terminal (JICT) di area Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ketiganya berpakaian preman, berjalan cepat, sambil menenteng senjata semi otomatis.
Seorang buruh bongkar muat yang berpapasan dengan ketiga pria itu kaget. Seumur-umur dia memburuh di sana, belum pernah menyaksikan orang menenteng senjata mematikan berlalu lalang di area gedung JICT. Kejadian itu lantas dilaporkan ke Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Pelabuhan Tanjung Priok.
"Tiga orang yang datang belakangan membawa senjata semi otomatis itu bermaksud membantu rekan mereka yang telah lebih dulu bersiaga di JICT," ungkap seorang pejabat KPLP kepada Media Indonesia, pekan lalu.
Hari itu, sambungnya, terjadi ketegangan dan hampir saja meletus kontak senjata antara kumpulan pria berbadan kekar dengan petugas kepolisian. Pria-pria terlatih itu bersiaga di area Pelabuhan Tanjung Priok terkait dengan urusan pengeluaran kontainer dari lapangan penumpukan JICT.
Situasi yang tadinya sangat mencekam berangsur tenang setelah komandan mereka datang dan memerintahkan keluar dari JICT. “Kedatangan sang komandan membuat kami lega,” ujar pejabat itu lagi yang pada saat kejadian, 21 Mei 2012, ikut membantu menenangkan suasana.
Penelusuran Media Indonesia, kehadiran sejumlah pria bersenjata semi otomatis terkait adanya pemeriksaan atas barang impor milik koperasi sebuah kesatuan.
Koperasi itu bergerak di bidang layanan jasa pengurusan pabean. Sejak berkecimpung di Pelabuhan Tanjung Priok, kegiatan bisnis koperasi itu tidak pernah menghadapi kendala dalam mendatangkan barang dari luar negeri.
Namun, pada 21 Mei 2012, sebuah kontainer bernomor TGHU 0683898 yang diurus koperasi itu disegel petugas Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok. Sersan Mayor TNI Supriadi yang ditunjuk koperasi mengurus kontainer datang ke Tanjung Priok dan mempertanyakan alasan Bea dan Cukai menyegel kontainer.
Saat itu, kontainer TGHU 0683898 masuk jalur kuning. Menurut aturan, barang yang mendapat jalur kuning hanya perlu pemeriksaan dokumen tanpa harus dilakukan pemeriksaan fisik barang. Itulah sebabnya Supriadi mempertanyakan alasan Bea dan Cukai menyegelnya.
Eka Mestika Galih selaku Pelaksana Pemeriksa/Koordinator Pelaksana Patroli Operasi di Penindakan 2 Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, menyatakan pihaknya punya dasar yang jelas dalam penyegelan.
“Saya menjalankan perintah atasan. Kami menyegel karena ada atensi BNN terhadap isi kontainer,” ungkap Eka kepada Media Indonesia, Senin (22/8).
Nota hasil intelijen
Atensi dari badan antinarkoba tersebut disertai penerbitan nota hasil intelijen (NHI) yang diteken Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Agus Yulianto.
Supriadi yang didukung sejumlah orang bersenjata semi otomatis mendesak agar Bea dan Cukai mencabut segel. Merespons permintaan itu, Eka menjanjikan akan membuka segel keesokan harinya (22 Mei 2012), dengan syarat terlebih dahulu memeriksa fisik barang.
“Saya beri alasan bahwa PIB (pemberitahuan impor barang) mereka terlalu umum sehingga perlu dibuka untuk mengetahui detailnya. Saya tidak memberitahu bahwa kontainer itu mendapat atensi BNN,” tutur Eka.
Supriadi sepakat. Aparat bersenjata munudur dari areal JITC. Keesokan harinya dilakukan pemeriksaan fisik barang. Petugas BNN yang menyamar dengan memakai rompi Bea dan Cukai turut serta.
Supriadi bersama dua rekannya tidak menyadari kehadiran petugas BNN tersebut. Ketiganya berdiri di luar kontainer. Saat petugas telah membongkar isi kontainer setengahnya, Eka masuk ke dalam kontainer dengan alasan untuk menganalisa.
Terdapat puluhan kardus di dalam. Dia mencurigai 12 kardus berwarna coklat karena tampilannya berbeda dengan kardus-kardus lain. Jika kardus-kardus lain memiliki tanda marking, 12 kardus dimaksud bersih dari tulisan maupun tempelan.
Tanpa sepengetahuan Supriadi dan kedua rekannya, kardus dibuka. “Saya menemukan aluminium foil. Kemudian saya buka lagi dan terlihat butiran berwarna oranye,” tutur Eka yang kemudian mengambil beberapa butir untuk sampel lalu menutup kembali kardus.
Setelah menyimpan sampel, proses pemeriksaan fisik barang dinyatakan selesai dan segel kontainer dicopot. Eka diam-diam menyerahkan butiran oranye itu ke petugas BNN. “Tugas saya selesai di situ. BNN mengabari kami butiran itu positif pil ekstasi berdasarkan hasil uji laboratorium,” pungkasnya.
Awalnya BNN merencanakan mengikuti kontainer isi ekstasi sampai pada alamat penerima. Berhubung alamat penerima diduga kantor institusi militer, rencana dibatalkan. Truk kontainer dihentikan di jalan lalu digiring ke markas BNN di Cawang, Jakarta Timur.
Setelah pencegatan kontainer, sekitar sebulan kantor BNN dikepung oleh orang-orang berbadan tegap. Seorang berpangkat kolonel bahkan sempat naik ke lantai tujuh, tempat penghitungan barang bukti ekstasi. Dia minta barang bukti diserahkan kepada institusinya. Namun BNN menolak.
Humas BNN Kombes Pol Slamet Pribadi membenarkan kantornya sempat dikepung orang-orang tak dikenal pascapenangkapan kontainer. Namun pihaknya bersikukuh meneruskan menghitung barang bukti yang jumlah totalnya sebanyak 1.412.476 butir.
Adapun Sersan Mayor Supriadi yang menekan petugas Bea dan Cukai agar membuka segel kontainer akhirnya diadili dan divonis tujuh tahun penjara serta dipecat dari kesatuan TNI. (Mhk/Ami/T-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved