Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PENGGUSURAN rumah di RT 05, 07, dan 09 di RW 02, Kelurahan Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat, Senin (22/8), membuat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok gusar. Tindakan Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi di luar kepentingan Pemprov DKI Jakarta.
“Saya enggak tahu alasannya (menggusur). Saya bilang ‘lu jadi centeng, ya’,” kata Ahok di RPTRA Cibesel, Jakarta Timur, kemarin.
Sebuah lahan di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat, mendapat surat peringatan (SP) tiga dari Pemerintah Kota Jakarta Barat untuk dibongkar. Namun, ternyata lahan tersebut merupakan lahan sengketa milik pribadi dan bukan kepentingan Pemprov DKI.
Menurut Ahok, Pemprov DKI memang berkewajiban menertibkan kawasan dan sengketa tanah yang sudah melalui proses hukum dan berkekuatan tetap (in kracht van gewijsde). Namun, pada kenyataannya sertifikat lahan sengketa kepentingan pribadi di Mangga Besar tersebut pun baru jadi sekitar 2000-an.
“Saya sudah telepon Wali Kota Jakarta Barat, kamu enggak boleh ikut campur. Kecuali yang kita mau pindahkan ada hubungan dengan normalisasi sungai atau kali. Kalau enggak, enggak boleh!” tegas Ahok.
Kepada Ahok, Anas beralasan menegakkan salah satu peraturan gubernur (pergub) sehingga mengeluarkan SP tersebut. Namun, Ahok tak menjelaskan detail pergub tersebut. “Saya mau cabut saja itu pergub, pergub centeng begitu,” tandas Ahok.
Sebelumnya, warga di RT 05, 07, dan 09 di RW 02, Kelurahan Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat, menolak penggusuran di tanah yang mereka tempati. Tanah seluas 3.190 meter persegi itu dimiliki atas nama Deepak Rupo Chugani, Dilip Rupo Chugani, dan Melissa Anggryanto.
Warga mengatakan ketiganya memiliki tanah yang sudah ditempati warga sejak 1928 tersebut melalui lelang yang dilakukan Gunarto Kerta Djaja pada 2015. Gunarto merupakan orang yang disebut memiliki tanah itu sejak 1969.
“Gunarto itu membeli dari seorang tuan tanah. Akan tetapi, dia baru urus sertifikat pada 2003,” kata Ming Ming, warga RT 09, kemarin.
Ming Ming menjelaskan warga yang menempati lahan itu sebanyak 33 keluarga di tiga RT. Mereka semua merupakan generasi keempat yang menempati lahan dengan membangun rumah serta beberapa tempat usaha.
Saat itu, kata Ming Ming, warga menyewa lahan itu ke tuan tanah. Di era pak Soeharto tidak boleh lagi (sewa) ke tuan tanah. Mereka lalu membayar PBB. “Kami bayar pajak setiap tahun. Ini yang katanya mengaku pemilik lahan enggak pernah muncul batang hidungnya,” ujar Ming Ming. (Mal/MTVN/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved