Premanisme Perparkiran Kuasai Kota Tua

Akmal Fauzi
24/8/2016 07:20
Premanisme Perparkiran Kuasai Kota Tua
(MI/Panca Syurkani)

MENINGKATNYA animo masyarakat mengunjungi kawasan Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat, justru menjadi sasaran empuk premanisme parkir. Orang-orang yang mengaku sebagai juru parkir (jukir) di sana dengan seenaknya memeras warga yang tengah berkunjung.

Di Jalan Pos Kota, misalnya, tepatnya depan Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Jakarta Barat. Parkir di tempat itu merupakan parkir resmi yang dikelola Unit Pengelola (UP) Perparkiran Dishubtrans DKI Jakarta.

Di sana, untuk tarif sekali parkir sepeda motor, jukir bersera­gam biru telur asin mematok harga Rp5.000, dua kali lipat lebih di atas tarif resmi yakni Rp2.000.

“Kalau enggak begini, saya makan apa? Kalau enggak mau, jangan parkir di sini, memangnya tanah nenek lu?” ucap seorang jukir dengan nada tinggi saat Media Indonesia memarkirkan sepeda motor di kawasan Kota Tua, kemarin.

Saat diberi Rp5.000, ia langsung melengos pergi tanpa menyerahkan karcis parkir. Wajahnya tampak kesal saat Media Indonesia meminta karcis parkir. Dari kantong celananya, ia keluarkan se­helai karcis parkir yang sudah lecek.

“Lo di sini kok tertulis cuma Rp2.000?” tanya Media Indonesia.
“Ah berisik lu!” ucapnya sambil melengos.

Ada warga yang mengalah, tapi tak sedikit yang bersu­ngut-sungut bahkan sampai bersitegang dengan kelakuan preman para jukir itu. Para jukir itu mengaku sebagai petugas resmi dari Unit Pengelola Perparkiran Dishubtrans DKI Jakarta. Mereka berse­ragam biru dan memegang karcis parkir.

Kelakuan preman juga ditunjukkan jukir yang menjaga perparkiran di depan Kafe Ba­tavia. Namun, preman berse­ragam di situ lebih ‘bermurah hati’ karena hanya mematok tarif Rp3.000.

“Enggak bisa pakai tarif resmi. Saya tiap hari mesti nyetor ke petugas, ada polisi, ada juga petugas dishub,” terang jukir itu.
Sistem bagi hasil

Saat dikonfirmasi, Kapolsek Taman Sari AKB Nasriadi membantah praktik setoran ke anggota kepolisian yang berada di wilayahnya.

“Enggak ada itu. Siapa jukir itu, tunjukkan ke kami. Kalian jangan mengada-ada,” kata Nasriadi dengan nada tinggi saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.

Padahal, praktik parkir liar juga terjadi tak jauh dari Kantor Polsek Taman Sari yang berada di Jalan Blustru itu. Jaraknya bahkan tak sampai 20 meter dari kantor polsek.

“Ya pasti ada setoran ke polsek. Ini kan wilayah mereka,” ujar seorang jukir di sana.

Saat dihubungi, Kepala UP Perparkiran Dishubtrans DKI Jakarta Tiodor Sianturi mengatakan pihaknya akan me­nerjunkan tim untuk mengecek pungli parkir di kawasan Kota Tua. Ia mengakui pengawasan terhadap jukir dengan sistem karcis sangat sulit.

Tiodor menambahkan pungli itu juga muncul karena sistem bagi hasil yang diterapkan UP Perparkiran. Uang parkir yang diterima jukir akan di­bagi dua, sebagian masuk ke UP Perparkiran dan sebagian lagi masuk ke kocek jukir.

“Mereka semua petugas harian lepas, artinya dia mendapatkan sebagian dari uang parkir yang dikelola. Semua jukir kita itu tidak ada gaji kecuali TPE (terminal parkir elektronik),” ucapnya. (J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya