Diduga Kuat Dana Siluman Pengelolaan Parkir Meter Tangsel

Deni Aryanto
22/8/2016 21:10
Diduga Kuat Dana Siluman Pengelolaan Parkir Meter Tangsel
(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

SIDANG lanjutan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terkait pengelolaan parkir meter di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memunculkan fakta baru. Operator parkir terbukti menyewa lahan fasilitas sosial (fasos)-fasilitas umum (fasum) pemerintah dari pihak swasta ke Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) setempat tanpa mengantongi surat Izin Penggunaan Lahan (IPL).

Fakta tersebut terungkap pada agenda sidang ketiga BPSK Kota Tangsel yang digelar Senin (22/8). Pada persidangan tersebut, majelis hakim menghadirkan perwakilan Dishubkominfo Kota Tangsel selaku institusi pembuat komitmen dan operator parkir dari PT Pan Satria Sakti.

"Ini yang dipakai kontrak sewa tanah atau retribusi parkirnya?" tanya Puji Iman Jarkasih, anggota majelis sidang BPSK.

"Karena ini perlakuannya khusus, ini tanah punya pemda," jawab Kepala Seksi Parkir dan Terminal Dishubkominfo Kota Tangsel, Dito Chandra Wirastyo.

Atas dasar itu, menurut Dito, maka operator harus sewa dulu. Kesepakatan sewa telah dilakukan oleh pihaknya dengan PT Pan Satria Sakti dan tertuang dalam draf kontrak kerja sama.

Setelah itu dilakukan penerbitan izin operasional penyelenggaraan parkir. "Yang dikenakan keduanya. Sewa pemakaian lahan masuk retribusi kekayaan daerah," tambahnya.

Dito mengklaim, selaku operator jasa parkir sudah berkontribusi menyumbang kas daerah. Besaran itu sebesar 25% dari pendapatan yang didapat operator, berdasarkan perjanjian yang tertuang kedua belah pihak.

"Nantinya harus bayar retribusi lagi," kata Dito.

Menimpalinya, Puji kembali bertanya, atas itu, apakah operator mesti membayar retribusi atau pajak? Karena menurutnya, harus jelas payung hukum yang mengatur itu.

Di tempat sama, Direktur PT Pan Satria Sakti, Budi Hartono mengutarakan, pihaknya telah menunaikan kewajiban menggelontorkan uang yang dikatakannya pajak daerah. Dana sebesar Rp1,6 miliar dikucurkan baginya sesuatu yang lazim demi bisa berinvestasi di Kota Tangsel.

"Ya pajak resmilah. Lo tanya aja ke Dishub," celetuknya.

Saat ditanya apakah ketentuan membayar pajak daerah ke Dishubkominfo Kota Tangsel dibenarkan atau tidak, Budi enggan berasumsi lebih jauh.

"Eh, gue udah bayar ke sana (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah)," sahutnya sinis.

Sebelumnya, DPPKAD Kota Tangsel menyangkal bahwa ada pajak daerah dari pengelolaan parkir meter yang telah beroperasi hampir setahun. Alasannya, tidak ada pengajuan IPL dari pemohon operator parkir.

Mengingat syarat tersebut wajib diurus operator parkir untuk mengelola lahan fasos-fasum milik pemerintah yang berasal dari pihak swasta. Nantinya baru dibuat payung hukum untuk menentukan apakah pendapatan daerah yang disetor masuk ke sektor retribusi atau pajak.

Belum adanya regulasi khusus juga disampaikan Staf Ahli Wali Kota Tangsel, Syamsuddin. Dijelaskan, aturan pelaksanaan parkir meter belum diatur secara spesifik. Dimana Peraturan Walikota (Perwal) Tangerang Selatan (Tangsel) Nomor 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perparkiran tidak spesifik mengatur besaran tarif retribusi.

"DPPKAD maunya pendapatan itu masuk kedalam pajak, sementara Dishubkominfo tetap ingin masuk retribusi," paparnya.

Menurut Syamsudin, regulasi berkekuatan hukum tetap sangat penting sebagai pedoman bagi tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menerapkan suatu layanan. Apalagi menyangkut dengan retribusi ataupun pajak untuk Pendapatan Asli Daerah. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya