Limbah Tanaman Rawa Belong disulap Jadi Pupuk Organik

Yanurisa Ananta
17/8/2016 13:06
Limbah Tanaman Rawa Belong disulap Jadi Pupuk Organik
(Pasar Bunga Rawa Belong--MI/Rommy Pujianto)

BUNGA dan tanaman hias segar terhampar di area Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat. Tanaman andong besi, andong pelat, hanjuang, philodendron, palem regu dan kacapiring duduk manis di kios-kios pedagang tanaman di sana. Namun, pemandangan terganggu dengan tumpukan limbah daun yang terparkir di pojokan pasar.

Ternyata, tumpukan limbah batang tanaman dan bunga-bunga yang layu tersebut akan diolah untuk dijadikan pupuk organik. Setidaknya satu meter kubik sampah dari total limbah per hari rata-rata 30 meter kubik dicacah di mesin instalasi (penggiling) milik Dinas Kelautan dan Pertanian selaku pengelola Pasar Bunga Rawa Belong.

“Intinya, kami ingin mengurangi limbah sampah yang ada di Pasar Bunga Rawa Belong ini. Kalau pasar sedang sepi sampah bisa mencapai 2 truk. Satu truk bisa 30 meter kubik sampah,” kata Astri Ilhamsyah, kepala satuan pelaksana promosi hasil pertanian dan pengembangan teknologi pangan kepada Media Indonesia, Selasa (16/8).

Di siang hari, limbah tanaman yang terkumpul di salah satu blok pasar diangkut menggunakan motor bak menuju lahan parkir pasar di mana dua mesin instalasi berada. Sebelum digiling, limbah dipisahkan dulu dari sampah plastik, karet atau tali. Tanaman dengan kadar air tinggi tidak bisa dijadikan pupuk, seperti sedap malam. Sementara, mawar dan Chrysan bisa dijadikan pupuk. Setelah itu proses penggilingan baru dilakukan.

Proses pembuatan pupuk di pasar bunga Rawa Belong hanya sampai pada proses pencacahan. Setelah digiling, bakal pupuk dimasukan ke dalam karung dan dibawa ke tempat pengolahan selanjutnya di Ragunan.

Proses pembuatan pupuk organik ini tidak dilakukan setiap hari. Hanya saat pasar sepi, yakni Senin, Selasa, dan Rabu. Pasalnya, di hari tersebut limbah terkumpul banyak.

“Kalau sedang tidak laku dijual bunga yang layu dan bekas batang tanaman dijadikan pupuk. Dibuangnya kadang pagi-pagi oleh tukang sampah,” ujar Umi, 66, pedagang kios Herlan Florist.

Ya, pengolahan limbah tanaman hanya dilakukan oleh dua orang petugas kebersihan pasar yang dibayar Rp102.900 per hari. Ilham mengaku tidak banyak alokasi dana dari Dinas Kelautan dan Pertanian untuk kegiatan ini. Dari dua mesin instalasi yang ada hanya satu yang aktif beroperasi. Ini disebabkan tidak ada yang mau mengemban tugas ini mengingat kecil bayaran.

Pupuk organik yang diproduksi juga tidak dijual komersial. Pupuk organik hanya dipakai di lahan tanam di bawah naungan Dinas Kelautan dan Pertanian, di Ragunan (taman anggrek) dan satu taman buah. Minimnya tim promosi pupuk organik menjadi kendala. Padahal tahun 2012 sempat ditinjau untuk dijual komersil, namun tidak sempat didistribusi. Di tahun 2014 pupuk sepenuhnya tidak dijual.

“Idealnya ada 20 mesin instalasi dan 40 pekerja untuk bisa mengolah seluruh limbah di pasar bunga rawa belong ini. Tapi karena tugas kami adalah mengelola pasar maka kami limpahkan ke Balai Benih Induk (BBI),” ungkap Ilham.

Iman, 33. Mengaku akan senang jika pupuk yang diproduksi dari limbah tanamannya bisa mendatangkan pundi-pundi keuntungan. Terlebih, jika pengelola mau memberi pembelajaran kepada pedagang cara membat pupuk.

“Kenapa enggak kalau sampah bisa dimanfaatkan lagi? Tapi hal itu juga harus ada kemauan dari orangnya karena di pasar pikirannya sudah duit dan duit,” akunya.

Sehab, 40, tak banyak ambil pusing tentang pupuk organik. Limbah sampah yang dihasilkannya biasanya dibawa lagi ke pemasok tanaman di Sukabumi. Kompos kemudian diolah di sana. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya