Pemkab Bogor Minta Polisi Kaji Ulang Kebijakan Satu Arah Jalur Puncak

Dede Susianti
04/8/2016 20:59
Pemkab Bogor Minta Polisi Kaji Ulang Kebijakan Satu Arah Jalur Puncak
(FOTO ANTARA/Arif Firmansyah)

PEMBERLAKUAN sistem satu arah (one way) di jalur Puncak mendapat penolakan dari warga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemberlakuan aturan itu dianggap sangat mengganggu aktivitas keseharian warga sekitar.

Selain itu juga berdampak pada perekonomian. Para pengusaha di sepanjang atau sekitar jalur tersebut mengalami penurunan pendapatan akibat sepinya pengunjung. Selain disampaikan langsung oleh warga, ulama, tokoh masyarakat, dan pengusaha ke Bupati Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor, penolakan juga disampaikan warga melalui pemasangan spanduk.

Untuk membahas permasalahan itu, Pemkab Bogor yang dipimpin langsung Bupati Bogor langsung menggelar rapat koordinasi. "Iya one way dikritisi oleh para pelaku usaha, komunitas, tokoh ulama, dan warga sekitar supaya ada evaluasi kemabli," kata Bupati Bogor Nurhayanti seusai memimpin rakor tersebut di Pendopo Bupati di Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis (4/8).

Bupati mengatakan, pihaknya yakin Polres sudah melakukan kajian komprehensif, sehingga memberlakukan sistem satu arah. Namun demikian, atas adanya protes itu, pihaknya akan kembali membahas lebih dalam lagi demi mencari solusi terbaik.

"Besok di Citeko, Cisarua akan dibahas lagi. Inginnya, sebenarnya bukan penolakan, hanya minta dikaji soal waktunya. Seperti pas jam makan siang, jangan one way, karena pengusaha sepi. Pun demikian pada saat magrib, sangat menggangu. Nanti dibahas bersama besok dipimpin Asisten Daerah Pak Burhanudin," kata Nurhayanti.

Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Ade Ruhendi atau akrab disapa Ade Jaro mengatakan, keluhan dan permohonan pengkajian ulang pemberlakuan one way dari warga juga datang pada dirinya. Baik yang datang ke Kantor DPRD maupun ke kediamannya.

"Surat yang masuk kepada saya, Ketua DPRD beberapa waktu lalu sudah saya disposisikan ke ketua komisi yang menangani," katanya di acara yang sama.

Bahkan sebelum rapat itu, atau pagi hari, dirinya kembali kedatangan sejumlah perwakilan. "Keluhannya sama soal one way. Tadi pagi saya telepon Pak Wakapolres, bahwa ada aspirasi kiai, ustad, tokoh agama, dan warga soal kemacetan. Soal dampak one way," ungkapnya di hadapan forum yang dihadiri sejumlah kepala dinas terkait, kepala kantor imigrasi, polisi, TNI, dan muspika di wilayah jalur tersebut yakni Cisarua dan Megamendung.

Ade menjelaskan apa yang diinginkan mereka yang datang padanya bahwa pemberlakuan one way hanya pada waktu-waktu tertentu. Ia mencontohkan pemberlakuan bisa saja pada pukul 17.00 WIB dan pukul 18.00 WIB atau memasuki magrib sudah selesai dan jalur kembali dua arah.

Sementara saat ini, dalam satu hari pemberlakuan one way bisa berkali-kali. Bahkan pagi hari pun atau di kala aktivitas warga sekitar padat seperti jam sekolah, aturan itu sudah diberlakukan.

"Kan jam segitu jam sekolah. Sekarang kalau one way mulai dari jam 5.00, terus sampai malam. Sehingga jam aktivitas seperti ke masjid terganggu. Dari Cianjur ditutup dari Riung Gunung, mereka mau salat magrib saja susah. Jadi harus cari celah penutupan. Harus ada kajian terentu," tegas Ade.

Menanggapi persoalan itu, Wakapolres Komisaris Polisi Dian Setiyawan, yang hadir mewakili Kapolres Bogor, mengatakan, semua pihak harus melihat permasalahan itu dari awal, dari akarnya.

"Harus melihat permasalahan ke belakang dulu. Masalah jalur Puncak ini kompleks. Dari tahun ke tahun jalan tetap segitu-segitu saja. Sementara kendaraan untuk Bogor setiap minggu bertambah. Nambahnya 2.000-3.000 kendaraan baru," katanya.

Karena itu, untuk pembahasan ke depan, lanjutnya, akan dibentuk tim khusus tingkat kabupaten atau dipimpin bupati yang terdiri atas Sat Lantas, Dishub, dan dinas terkait lainnya. Unsur muspika wilayah Megamendung dan Cisarua, pun kita ajak membahas permasalahan itu.

Dia mengatakan, selama ini dalam permasalahan Jalur Puncak ini, pihak kepolisian yang selalu disudutkan. "Kenapa polisi melakukan one way. Sementara one way adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mengurai kemacetan jalur Puncak yang seperti itu," jelasnya.

Pihaknya berdalih, one way yang dilakukan selama ini adalah situasional. "Kalau memang normal, kenapa kita lakukan one way. Tapi kalau macet atau ke arah atas atau bawah, baru kita lakukan one way. Solusinya ini harus bersama, bukan hanya polisi karena kompleks itu tadi persoalannya. Selama ini yang disalahkan selalu polisi,".

Terkait penanganan masalah kemacetan Puncak, lanjutnya, memang belum ada solusi lain selain pengaturan lalu lintas yakni one way. Karena untuk jalan alternatif, lanjutnya, belum tersambung semuanya.

"Jadi tetap untuk saat ini kita berlakukan one way. Dan langkah berikutnya, menunggu hasil rapat koordinasi dengan Pemda," ujar Dian.

Pun demikian untuk pengembangan atau pelebaran jalan. Menurutnya, upaya itu pun tidak bisa dilakukan, karena status jalannya yakni jalan nasional.

"Kementerian dong, bukan Pemda. Nanti akan diadakan rapat dengan terkait, hasilnya apa nanti ya," katanya.

Dia menjelaskan, dampak yang ditimbulkan jika tidak diberlakuan one way adalah kemacetan parah. "Macet total. Tahu sendiri kalau dua arah, motor melambung-melambung. Dari bawah melambung, dari atas melambung, ngunci, macet lagi. Yang disalahkan siapa? Polisi lagi kan," pungkasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya