Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Muhadjir Effendy, didesak segera mengusut skandal jual beli bangku di 15 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) yang melibatkan pejabat dan mantan pejabat Pemerintah Kota Depok.
Desakan itu disampaikan para orangtua siswa yang anak mereka tidak masuk sekolah negeri lantaran tidak mampu membeli bangku dan meja sebesar Rp15 juta.
"Kami sangat berharap hanya Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa membongkar skandal jual beli bangku dan meja di 15 SMAN dan SMKN. Sebab, Pemkot Depok dan DPRD Kota Depok terkesan bungkam dan saling lempar tanggung jawab," terang Ny Nurita, 40, salah satu orangtua siswa di Depok, Jumat (29/7).
Ia bercerita, anaknya bernama Zul Zulfian, 16, terpaksa disekolahkan ke sekolah swasta di Depok karena tidak sanggup memenuhi keinginan pihak ketiga yang mengaku agen kepala sekolah. Kata Nurita, pihak ketiga itu memperkenalkan diri sebagai orang dekat pejabat Pemkot Depok dan juga agen 15 kepala sekolah.
"Pilih SMAN 1, 2, 3, dan 5 terserah, tapi harus bayar Rp20 juta. Karena tiga SMAN tersebut favorit di Depok," kata dia.
Agen yang menyembunyikan identitasnya itu, sambung Nurita, mengatakan kalau para orangtua tidak memiliki uang masuk sekolah favorit, ia masih bisa menawarkan pilihan lain. Namun, peringkat sekolahnya di bawah SMAN 1,2, 3, dan 5 yakni SMAN 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13, termasuk dua SMK yang lokasinya di lingkungan kompleks perumahan. Namun, harga yang ditawarkannya masih terbilang mahal, yakni sekitar Rp10 juta hingga Rp15 juta per bangku meja.
"Daripada harus bayar dan belum tentu masuk, akhirnya saya memilih menyekolahkan Zul Zulfian ke SMA swasta saja," ungkapnya.
Sebelum memasukkan sang anak ke SMA swasta, Nurita mengaku sempat meluangkan waktunya ke Dinas Pendidikan Kota Depok di Jalan Margonda No 54 Pancoran Mas untuk melaporkan hal tersebut sekaligus menanyakan agen yang menawarkan harga bangku meja kepadanya sebesar Rp20 juta untuk SMAN favorit dan Rp10 juta-15 juta untuk sekolah di lingkungan kompleks perumahan.
Namun, pejabat enggan menanggapi laporannya itu. "Percuma, semua pejabatnya pada bungkam," katanya ketus.
Wartawan Media Indonesia sejak Rabu (27/7) hingga Jumat (29/7) berusaha mendatangi 15 kepala sekolah (kepsek) SMA yang disebutkan Nurita, tapi tidak membuahkan hasil. Sejumlah guru dan staf tata usaha sekolah-sekolah itu berkilah bahwa kepsek sedang dinas luar. Selain mendatangi sekolah, Media Indonesia juga menghubungi ponsel Whats App (WA) para kepsek. Masuk tapi tak mau angkat.
Asisten Tata Praja Pemkot Depok Dudi Mirad, ketika dimintai konfirmasi lewat pesan WhatsApp (WA) terkait keterlibatannya dalam kisruh Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2016/2017, dengan nada tinggi membantah dirinya terlibat.
"Apa hak saya mencampuri PPDB? Tanyakan saja ke Asisten Ekonomi, Eka Bachtiar. Dia yang mengurusi masalah pendidikan," kilahnya.
Dudi dimintai tanggapan lantaran beredar isu bahwa pada Jumat (12/7) ia memanggil 15 kepsek SMA dan SMK. Pemanggilan lewat ponsel malam hari. Tujuan pemanggilan untuk mengakomodasi siswa titipan. Lagi-lagi, Dudi membantah.
"Tidak ada, tidak ada itu. Itu isu tidak benar, tidak pernah memanggil kepsek," tegasnya.
Meski sudah menjadi sorotan berbagai pihak, Pemkot Depok dan DPRD Kota Depok terkesan saling menutupi bahkan saling lempar tanggung jawab terkait skandal dugaan adanya ratusan siswa baru tahun 2016/2017 yang masuk melalui jalur siluman di 15 SMAN Kota Depok dengan membayar bangku sebesar Rp10 juta hingga Rp20 juta.
Anggota DPRD Kota Depok sekaligus Ketua Komisi C, Mazhab, mengakui bahwa banyak jalur titipan di 15 SMAN dan SMKN. Ia juga mengaku menitipkan 16 siswa ke SMAN 6 Limo, Depok.
"Saya akui menitipkan 16 siswa ke SMAN 6, tapi mereka keluarga saya yang rumah kami berdekatan. Selain SMAN 6, saya juga menitipkan siswa ke SMAN lain yakni SMA 2, 3, 4, 5, hingga SMAN 13 dan 2 sekolah SMKN," akunya.
Aktivis Pendidikan, Handokom memandang perlunya Kemendikbud untuk segera melakukan verifikasi mengenai kemungkinan sanksi dan tindakan yang harus diambil jika ada oknum-oknum pejabat maupun DPRD yang terlibat menitipkan siswa.
Ia meminta agar semua pihak sivitas akademika termasuk alumni memberikan masukan ke sekolah tersebut agar kasus serupa tidak terulang kembali. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved