Jangan Sampai Bernasib kayak Brexit

Deni Aryanto
27/7/2016 04:50
Jangan Sampai Bernasib kayak Brexit
(MI/BARY FATAHILLAH)

KEMENTERIAN Perhubungan bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) terus mencari dan mengupayakan penyelesai­an masalah antrean kereta di Stasiun Manggarai. Namun, diingatkan, langkah tersebut mesti cepat direalisasikan dan jangan hanya terpaku pada rencana jangka pendek.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, berdasarkan kondisi di lapangan, laju pertumbuhan penumpang KRL saat ini berjalan terlalu kencang. Saat ini saja, jumlahnya sudah mencapai lebih dari 780 ribu penumpang per hari dan akan terus bertambah. Di sisi lain, kegiatan pusat bisnis di Jabodetabek juga turut berkembang hingga daerah pinggiran Ibu Kota.

“Lihat saja seperti daerah TB Simatu­pang, Jakarta Selatan. Banyak kantor pu­sat bisnis sudah pindah ke sana dan muncul kemacetan baru di sana. Begitu juga nantinya dengan Manggarai. Jadi enggak cukup cuma pikirkan Stasiun Manggarai saja, pikirkan juga daerah di sekitarnya,” ungkapnya.

Agus berpendapat Kementerian Perhubungan jangan hanya terpaku pada desain pembangunan Stasiun Mangga­rai jangka pendek. Dampak sangat ce­pat­nya laju pertumbuhan penumpang harus juga dipikirkan buat wilayah Manggarai.

“Nanti pada 2019 pasti lebih dari 1,2 juta penumpang per hari. Lalu kalau tiba-tiba jadi 1,5 juta bagaimana? Jangan-jangan nanti nasibnya sama seperti Brexit (pintu keluar Tol Brebes) lagi. Di dalam empat, lalu keluar dua. Bagaimana tidak macet juga nantinya?” urainya.

Ia juga mengingatkan beban Stasiun Manggarai akan makin berat saat kereta api bandara mulai beroperasi.

Dalam menjawab kekhawatiran itu, mantan Kepala Satuan Kerja Jabode­tabek Ditjen Perkeretaapian Kementeri­an Perhubungan Prayudi mengatakan memecahkan masalah antrean di Manggarai bukanlah hal yang mudah. Pada pelaksanaannya, pembangunan harus dilakukan secara hati-hati.

Ia mengibaratkan Stasiun Mangga­rai yang menjadi jantung KRL di Jabodetabek maupun kereta jarak jauh. Dikhawatirkan, bila pembangunan di­lakukan dengan rencana yang kurang matang dan tergesa-gesa, itu justru melumpuhkan aktivitas perkeretaapian.

“Di sini kita harus memikirkan bagaimana membangun stasiun sambil melayani penumpang. Dua-duanya harus tetap berjalan. Beda kalau membangun di lahan kosong. Jadi tidak mudah meng­operasi jantung itu, jangan dianggap enteng,” ujarnya. (DA/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya