Dilarang Pesan Makam sebelum Meninggal

MI
23/7/2016 09:30
Dilarang Pesan Makam sebelum Meninggal
(Antara/Yulius Satria Wijaya)

DI salah satu nisan di Blok AA1 Tempat Permakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta Pusat, tertulis nama Ibu Sumarti. Ia lahir di Kutoarjo dan wafat di Yogyakarta. Namun, tidak ada informasi kapan ia lahir dan wafat. Makam itu bersih terawat. Bagian atasnya dilapis rumput.

Namun, ternyata data yang dimiliki Kantor Pengelola TPU Karet Bivak menunjukkan bahwa makam itu bukan milik Sumarti, melainkan atas nama SK yang hingga kini masih hidup. Inilah yang mereka sebut sebagai makam fiktif.

Pasal 37 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Permakaman menyebutkan bahwa pemesanan makam hanya diperuntukkan bagi jenazah atau kerangka dan tidak dibolehkan untuk memesan persediaan bagi orang yang belum meninggal.

Ketika dikonfirmasi, keluarga SK yang enggan disebutkan namanya mengakui memang memesan makam. Bahkan, makam tersebut sebenarnya ditujukan untuk dirinya. “Saya ingin dimakamkan dekat ayah saya. Jadi, waktu itu saya minta tolong ke pengurus makam untuk mencarikan lahan permakaman yang sudah kedaluwarsa. Oleh kantor (pengelola) ditunjuklah petugas untuk mencarikan lahan tersebut,” ujarnya.

Ia mengaku tidak mengetahui adanya larangan untuk memesan makam bagi orang yang masih hidup. Saat mengambil alih pada 2010 lalu, lanjut dia, tidak ada biaya tambahan yang ia bayarkan selain retribusi resmi sebesar Rp100 ribu untuk tiga tahun. Ia juga menerima surat resmi yang dikeluarkan pihak pengelola dan sempat memperpanjang izin penggunaan tanah makam (IPTM) pada 2013 lalu. Enam tahun sudah makam tersebut dimiliki oleh keluarga SK, hingga akhirnya kini diserahkan kembali kepada pihak pengelola dan Pemprov DKI Jakarta.

“Saya enggak tahu kalau memesan makam itu dilarang di Jakarta. Saya juga hanya meneruskan pemakaiannya karena sebelumnya sudah kedaluwarsa. Karena dulu ada surat dari kantor (pengelola) yang bahkan ditandatangani kepala pengelola, saya pikir itu hal yang resmi,” cetusnya.

Kepala Pengelola TPU Karet Bivak Saiman mengatakan praktik pemesanan ini marak terjadi sebelum ditetapkannya Perda Nomor 3 Tahun 2007 sehingga kini perlu dilakukan penertiban. Dari 47.692 makam di TPU seluas 16,9 hektare itu, tidak ada lagi lahan yang kosong. Ia menduga masih ada makam lainnya yang berkasus sama. “Lahan kedaluwarsa ini yang berpotensi dipesan. Untuk mengeceknya kami sedang melakukan klarifikasi dengan keluarga ahli waris.”

Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Jafar Muchlisin. Ia menduga ada permainan dan pungutan liar dalam penyediaan lahan permakaman di Jakarta. Sebab, sebelum ada sistem daring seperti saat ini, pemesanan makam lebih banyak dilakukan melalui masyarakat sekitar dan perawat makam. Jika oknum yang terlibat ialah tenaga profesional dari pekerja harian lepas dan petugas di dinasnya, itu akan diberi sanksi pemecatan.

“Kami juga menduga ada makam fiktif di TPU Kawi-Kawi dan Pasar Baru. Untuk di wilayah lain sedang kami lakukan pengecekan. Nanti semua ditertibkan,” tutupnya. (Nicky Aulia Widadio/J-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya