Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
EKSEKUSI lahan milik PT Cinderella Vila Indonesia (CVI) sudah berlalu sekitar sembilan bulan.
Saat itu sebanyak 2.200 anggota kepolisian dari jajaran Polda Jawa Timur tumpah ruah dikerahkan untuk menguasai pabrik dan lahan.
Pengosongan lahan pada 3 September 2015 itu dilakukan atas instruksi penetapan eksekusi yang diterbitkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Nur Hakim.
Namun, eksekusi itu ternyata sangat dipaksakan, bahkan menabrak keputusan Mahkamah Agung (MA).
Komnas HAM dan Ombudsman ikut langsung memantau eksekusi karena peringatan mereka diabaikan.
Kini kedua lembaga negara itu meminta Nur Hakim diperiksa karena surat penetapan eksekusi yang ditekennya menabrak berbagai aturan, termasuk keputusan MA.
Nur Hakim, menurut Komnas HAM, telah menyalahgunakan wewenang sebagai ketua PN Surabaya.
Permintaan agar Nur Hakim diperiksa MA telah disampaikan secara resmi melalui surat Nomor 3.620/K/PMT/X/2015 bertanggal 13 Oktober 2015 yang ditujukan kepada Ketua MA.
Komnas HAM menyebut MA perlu memeriksa Ketua PN Surabaya karena diduga melanggar Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia saat menerbitkan penetapan eksekusi lahan milik PT CVI.
"Hendaknya MA menggunakan kewenangan untuk memberikan fatwa atas pelaksanaan eksekusi yang dilakukan Ketua PN Surabaya karena tidak memperhatikan keputusan MA yang telah berkekuatan tetap atas lahan tersebut," tulis komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, dalam suratnya.
Menurut Natalius, sebelum pelaksanaan eksekusi, Komnas HAM telah melayangkan surat kepada Ketua PN Surabaya.
Surat bernomor 3.168A/K/PMT/VIII/2015 tertanggal 25 Agustus 2015 dikirimkan untuk mengingatkan Nur Hakim supaya menghindari tindakan-tindakan yang melanggar HAM.
Tidak hanya lewat surat, pada 2 September 2015, Komnas HAM menemui Ketua dan Wakil Ketua PN Surabaya untuk meminta penundaan pelaksanaan eksekusi agar tidak terjadi perbuatan yang menabrak ketentuan-ketentuan tentang HAM.
Melanggar empat pasal
Namun, upaya persuasif itu diabaikan Nur Hakim. Keesokan harinya, yakni pada 3 September 2015, pasukan gabungan dari sejumlah instansi kepolisian di Jawa Timur menyerbu pabrik dan lahan PT CVI.
Atas tindakan Nur Hakim yang menerbitkan surat penetapan eksekusi, Komnas HAM menyatakan telah melanggar empat pasal Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Keempat pasal itu ialah Pasal 17, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 36 ayat (2).
Desakan agar Nur Hakim diperiksa juga disampaikan lembaga Ombudsman.
Permintaan itu disampaikan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya melalui surat Nomor 0061/KLA/0861.2015/HN-07/Tim.2/II/2016 bertanggal 4 Februari 2016.
Ketua Ombudsman yang Februari lalu masih dijabat Danang Girindrawardana meminta Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya memeriksa Nur Hakim dan memberikan penjelasan terkait dengan pelaksanaan eksekusi lahan milik PT CVI.
'Kami berharap penjelasan disampaikan paling lambat 14 hari sejak diterimanya surat permintaan penjelasan ini', tulis Danang.
Menurut anggota Ombudsman Adrianus Meliala, suap untuk memengaruhi putusan hukum telah menjadi praktik laten yang sudah berlangsung lama di lingkungan pengadilan.
"Praktik laten tersebut sudah berlangsung lama, mengakar, dan vulgar," tegas Adrianus sambil memperlihatkan data hasil investigasi lembaganya dalam setahun terakhir.
"Dari hasil investigasi kami, di pengadilan negeri saja sudah banyak ketidakpatuhan seperti percaloan. Kalau di level kecil saja (pengadilan negeri) praktik seperti itu ada, apalagi jajaran di atasnya," papar Adrianus, pekan lalu.
Mafia peradilan yang masuk pusaran kasus melibatkan berbagai pihak, mulai tukang parkir, penasihat hukum, panitera, hingga calon hakim.
Awal pendaftaran perkara sudah diatur dengan membelokkannya dari jalur resmi ke loket lain.
Perkara perceraian saja bisa dikenai tarif Rp40 juta di luar biaya buat majelis hakim yang memutuskan perkara.
"Kesepakatan harga dilanjutkan di luar lingkungan pengadilan. Bahkan, ada pencari keadilan yang diajak tidur juga. Peran panitera sangat strategis dalam mengatur bersih tidaknya proses peradilan," imbuh Guru Besar Universitas Indonesia itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved