Lawan Ahok dengan Gagasan

Arif Hulwan
10/5/2016 17:47
Lawan Ahok dengan Gagasan
(ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

SUDAH bukan masanya untuk berkampanye di Jakarta dengan jalan memojokkan pesaing lewat isu-isu SARA. Adu ide dianggap lebih manjur lantaran pemilih di Ibu Kota bersifat rasional.

Partai politik pun didorong lebih bergeliat untuk memicu partisipasi lebih, serta memunculkan kandidat berkualitas lebih dini. Bakal calon Gubernur DKI dari jalur perseorangan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, kata Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus, tak bisa dibantah memiliki sejumlah keunggulan elektoral. Posisinya sebagai petahana (incumbent) pun menguntungkan, karena membuat kerjanya lebih banyak diketahui publik.

"Yang bisa mengalahkan incumbent itu adalah program apa yang bisa Anda (kompetitor) tawarkan, sehingga masyarakat (berpikir), 'oh, iya, yang ini paling benar'. Bukan dengan menjelek-jelekan. Kalau di kita, dijelekin itu makin naik," papar dia, dalam dialog bertajuk 'Pilgub DKI, Kemajuan atau Kemunduran Politik Bangsa?', di Gedung Joeang 45, Jakarta, Selasa (10/5).

Bestari pun mendorong adanya produk perundangan pilkada yang bisa memaksa parpol memunculkan calon kepala daerah jauh-jauh hari sebelum hari-H pencoblosan. Masa sosialisasi yang panjang diharapkan membuat warga tahu lebih dalam calon-calon yang akan mereka pilih.

"Jangan sampai terjadi di ujung, 'nyesel gua (sudah memilih), kalau tahu begini ya enggak milih'," kata Bestari.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens mencibir mereka yang menyerang Basuki dengan memanfaatkan isu SARA atau senitmen klasik. Dengan mayoritas pemilih yang rasional, cara menyerang semacam itu malah kontraproduktif bagi penyerang.

Ia mencontohkannya dengan yang dilakukan Yusron Ihza Mahendra, saudara bakal calon gubernur Yusril Ihza Mahendra, terhadap Basuki, lewat media sosial.

"Ini justru jadi bulan-bulanan. Mereka melakukan evolusi terbalik. Harusnya, cari figur yang dikehendaki publik. Yang bagaimana dikehendaki publik? Yang tahu apa persoalan Jakarta, dan tahu mau kemana membawa Jakarta," terang dia.

Kendati demikian, sifat pemilih yang rasional itu belum diiringi dengan partisipasi pemilih yang bagus. Dalam terminologi ilmu politik, itu berarti tahap pemilih parokial. Untuk mendorongnya menjadi pemilih rasional yang partisipatif, Boni meminta parpol mulai sering turun ke warga lewat kampanye cerdas dengan isu menarik.

Tentang calon yang potensial jadi penantang serius Basuki, Boni mengakui peran sentral PDIP. Meski secara mendasar tidak ada persoalan pribadi antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Basuki, PDIP disebutnya sangat mungkin mengusung calon kuat sendiri. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Walikota Surabaya Trirismaharini, maupun Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, diantaranya.

Namun, ia mewanti-wanti agar PDIP menghitung cermat pilihannya. Sebab, popularitas tiga tokoh itu belum tentu mencerminkan keinginan warga Jakarta. Sementara, bakal calon lainnya yang kini sudah muncul dipandang belum mampu menandingi Basuki secara popularitas dan elektabilitas.

"Kalau bisa memunculkan figur yang menandingi Ahok, ini akan mengubah konstelasi. (Kandidat) yang lain hanya catatan kaki," selorohnya. "kalau mengangkat figur yang tidak bisa tandingi Ahok, kecelakaan besar bagi PDIP. Ini mempermalukan diri karena salah ambil (kandidat)," imbuh Boni. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya