Rusun Muara Karang Terlanjur Diperjualbelikan

Irwan Saputra
29/4/2016 16:29
Rusun Muara Karang Terlanjur Diperjualbelikan
(ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

RUMAH susun yang terletak di Jalan SMP 122, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara itu penghuninya tidak seperti peruntukannya. Jika kata Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama rusun tersebut untuk nelayan dan warga relokasi, namun tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Di keenam tower rusun yang terdiri dari 70p ruangan itu, sudah hampir tidak terlihat masyarakat pribumi hasil dari relokasi. Ini karena penghuni asli yang awalnya mendapatkan rusun yang mulai dihuni sejak 2007 itu telah menjualnya ke orang lain.

"Sekarang sudah sekitar 95% penghuni disini warga dari keturunan Tionghoa. Warga asli dari relokasi dulu sudah pada pergi, ada juga yang kembali lagi ke kolong jembatan," kata salah seorang pengelola rusun tersebut yang tidak mau disebutkan namanya kepada Media Indonesia, Jumat (29/4).

Katanya, semua berawal sejak tahun 2009, ketika ada warga yang direlokasi dari kolong Tol Pluit depan kawasan Kalijodo direlokasi ke tempat tersebut. Salah satu diantaranya, Daeng Lalung yang telah wafat tahun lalu, berupaya menjadi penguasa di wilayah rusun tersebut.

Warga yang ingin menjual atau membeli rusun, tidak lagi berurusan dengan pihak pengelola, namun langsung berurusan dengan dirinya.

"Warga kesini cuma bayar retribusi bulanan dan keluhan. Kalau surat menyurat, uang keamanan dan kebersihan, semua dikuasai dia. Kami pengelola pernah disegel oleh dia, saya pernah ditonjok," ungkapnya.

Namun, semenjak pria yang warga sebut sebagai preman rusun Muara Karang itu telah tiada, urusan jual beli rusun juga sudah sulit dilakukan. Bahkan, katanya, baru sekarang pemerintah dan aparat berani melakukan sidak untuk mengecek kecocokan data penghuni rusun.

"Minggu lalu baru ada sidak Gabungan dari TNI, Polri, Pol PP, Dinas-dinas, Kecamatan dan Kelurahan, ditemukan 58 penghuni yang tidak sesuai data," jelasnya.

Kemudian, pihak pengelola baru menginstruksikan para penghuni rusun untuk mengumpulkan data dan foto untuk dibuat stiker yang akan ditempel di setiap ruang rusun.

"Rencananya Kamis depan sudah mulai kita tempel stikernya," katanya.

Sedangkan, salah satu ketua RT dari enam RT yang ada di rusun tersebut menjelaskan, selain faktor ekonomi, warga juga memilih keluar dari rusun karena fasilitas yang buruk. Katanya, baru tahun ini rusun mereka tidak terendam banjir.

"Biasanya hujan sehari, genangan airnya bisa dua bulan baru kering. Air juga susah disini, sekarang saja lebih mudah," jelasnya.

Ia mengungkapkan, dari 105 ruangan rusun yang ada di blok yang Ia koordinatori, hanya 30 penghuni yang berasal dari relokasi, sisanya penghuni umum yang membeli rusun tersebut.

Awalnya, harga jual beli rusun disana hanya seharga Rp5 juta, terus berkembang menjadi Rp7 juta, Rp12 juta, hingga sekarang berada di atas Rp100 juta.

Biaya retribusi bulanan yang cukup murah, yakni Rp380 ribu per bulan untuk umum dan Rp175 ribu per bulan untuk warga relokasi, dinilai sebagai sebab masyarakat umum berbondong-bondong menetap di tempat itu.

Sedangkan, di lokasi parkir mobil, sudah tidak terlihat satupun mobil pribadi disana. "Sejak tiga bulan lalu dilarang, tapi mereka parkir diluar, di Vihara. Sama saja, mobilnya doang yang gak boleh, orangnya tetap," keluh sang ketua RT. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya