Memancing Besi Tua di Pasar Ikan

15/4/2016 10:09
Memancing Besi Tua di Pasar Ikan
(ANTARA/Tatan Syuflana)

YUSUF, 27, sesekali terlihat termenung menatap puing-puing reruntuhan di kawasan Pasar Ikan, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, yang telah luluh lantak. Dengan menggunakan godam, ia menghancurkan sisa-sisa beton yang menempel di besi kerangka rumah untuk dijual ke pengumpul.

"Itu dulu rumah saya, bongkahan tembok yang bercat kuning itu," ucap pria yang lahir di permukiman tersebut, kemarin.

Sudah empat hari ini, ia bersama saudara laki-lakinya berburu potongan-potongan besi atau apa pun yang bisa dijual kembali ke pedagang rongsokan. Dengan menggunakan perahu berwarna biru yang panjangnya sekitar 7 meter, Yusuf membawa hasil buruannya ke penampung yang ada di daerah Pluit.

Memang tidak banyak yang bisa dihasilkan, katanya, hanya sekitar Rp50-Rp100 ribu per hari. Namun, itu lebih baik daripada perahu milik orangtuanya itu menganggur. Dipakai untuk menangkap atau memancing ikan pun percuma, sebab tidak ada tempat menjual hasil tangkapannya.

"Sudah seminggu sebelum digusur kami tidak bisa jualan ikan di sini. Jadi sudah tidak ada tempat lagi untuk jualan ikan, paling nanti saya jual di Muara Angke," katanya.

Selain itu, tempat usahanya selama ini di Pasar Ikan juga sudah diratakan oleh alat-alat berat milik pemerintah. "Dulu saya jualan kelapa di situ. Sekarang enggak tahu lagi gimana mau mulainya."

Yusuf sedih dan terpukul dengan penggusuran tanah kelahirannya. Ia beranggapan, pemerintah hanya berani kepada rakyat jelata. Sebab, di depan mata ketidakadilan jelas terpampang. Mereka yang memiliki uang bisa seenaknya mengatur aparat pemerintah. "Contohnya bangunan di lahan reklamasi, tidak ada izin, tapi bisa dibangun. Jangankan dibongkar, melarang pembangunan aja pemerintah tidak bisa. Setelah ramai diberitakan, baru pemerintah bertindak," kesal Yusuf.

Setali tiga uang dengan nasib Akhmad, 42. Sekarang ia lebih memilih menjadi pemulung ketimbang nelayan. Alasannya sama, selain tidak ada tempat untuk jualan, reruntuhan di wilayah Pasar Ikan ini bisa menyambung biaya hidup sehari-hari selama menunggu jatah penggusuran rumahnya yang masuk di tahap kedua.

Pria yang sudah 20 tahun lebih menjadi nelayan di Teluk Jakarta itu, kini dirundung bingung untuk mencari nafkah. "Mau cari ikan, lautnya digusur dengan pulau reklamasi. Mau jualan ikan, pasarnya sudah dirobohkan. Padahal, makan butuh setiap hari," ujarnya.

Ahmad yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah, ini memulangkan istri dan kedua anaknya ke kampung halaman. "Jadi saya tetap di sini saja (Luar Batang), bisa tidur di perahu. Cari duit buat keluarga di kampung," katanya. (Irwan Saputra/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya