5.035 Kasus Tabrak Lari dalam 3 Tahun

Beo/J-2
12/4/2016 00:10
5.035 Kasus Tabrak Lari dalam 3 Tahun
(DOK MI)

SELAMA tiga tahun terakhir tercatat ada 5.035 kasus tabrak lari di wilayah DKI Jakarta.

Penyebab penabrak memilih kabur ketimbang menolong korbannya ialah khawatir atas keamanannya sendiri, tidak tahu harus berbuat apa, dan ingin lepas dari tanggung jawab hukum.

Menurut Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budiyanto, angka kasus tabrak lari itu sangat fantastis.

Dari angka itu, pada 2013 tercatat ada 1.644 kasus, 2014 sebanyak 1.585 kasus, dan 2015 melonjak menjadi 1.806 kasus.

"Angka ini menunjukkan angka yang fantastis dan tentu saja memprihatinkan," katanya, beberapa waktu lalu.

Budiyanto menambahkan, dari total 1.806 kasus tabrak lari di tahun lalu, korban yang meninggal dunia ada 167 orang, luka berat 714 orang, dan luka ringan 1.013 orang.

Ia mengimbau pelaku yang terlibat dalam kasus tabrak lari untuk selalu menggunakan akal sehat agar menghentikan kendaraan, memberikan pertolongan kepada korban, dan melaporkan kecelakaan kepada anggota polisi terdekat untuk memberikan keterangan terkait kecelakaan itu.

"Si pelaku tabrak lari tidak akan dihajar massa jika ia bertanggung jawab kepada korban. Semua sudah diatur dalam Pasal 231 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," terangnya.

Selain itu, pengemudi yang terlibat kecelakaan juga wajib memberikan keterangan kepada polisi atas kecelakaan yang terjadi. Hal itu diatur dalam Pasal 231 Undang-Undang (UU) Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Mereka yang terlibat kecelakaan dan mengabaikan Pasal 231 UU itu, kan ditindak sesuai dengan Pasal 312 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman hukuman maksimal tiga tahun penjara atau denda paling banyak Rp75 juta. Pengguna jalan yang lain agar reaktif jika terjadi insiden di jalan raya untuk ikut serta membantu petugas mencatat nomor polisi kendaraan," ujarnya.

Terkait dengan penanganan kecelakaan lalu lintas, ia menjelaskan hal itu merupakan tanggung jawab seluruh anggota Polri atau polisi lalu lintas yang sedang melaksanakan tugas preemtif, preventif, dan penegakan hukum.

Pertolongan terhadap korban, terutama yang masih hidup, ujarnya, merupakan prioritas utama agar korban segera mendapatkan penanganan medis.

Dengan demikian, kondisi korban tidak menjadi lebih parah dan terhindar dari luka berat atau kematian.

"Salah satu kendala petugas di lapangan pada saat ingin menolong korban kecelakaan lalu lintas ialah terbatasnya sarana ambulans yang dimiliki Polri. Kadang-kadang terjadi beberapa kecelakaan dalam waktu bersamaan di tempat berbeda," kata Budiyanto.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya