Tiap Hari cuma Disuruh Dengar Ceramah, Membosankan!

Nicky Aulia Widadio/J-1
02/4/2016 11:02
Tiap Hari cuma Disuruh Dengar Ceramah, Membosankan!
(MI/Angga Yuniar)

"BANYAK yang suka memalak di sini, Aku sudah enggak kuat lagi, Kek, di sini," keluh Tia sambil menangis sesunggukan kepada kakeknya.

Tia ialah salah satu warga binaan Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya Kedoya, Jakarta Barat. Sudah empat hari ia menjadi penghuni karena ditangkap petugas Dinas Sosial DKI saat menjadi joki 3 in 1.

"Nanti kakek cari orangnya yang suka memalak itu. Tapi sabar ya, ini masih diurus berkas-berkas kepulangan kamu," sang kakek menanggapi. Tangis Tia pun makin menjadi-jadi.

Begitulah suasana di ruang besuk Panti Sosial Kedoya. Tak cuma Tia, warga binaan lainnya pun banyak yang mengadukan keluhan-keluhan selama menjadi penghuni panti kepada keluarga mereka.

Di antara mereka, ada Yahya, 18, yang sedang menanti kunjungan keluarganya. Namun, hari itu, belum satu pun keluarganya datang membesuk. Ia telah berada di panti sosial sejak Rabu (30/3). Ketika tertangkap, ia tengah bekerja menjadi joki 3 in 1 di kawasan kompleks wakil rakyat Senayan.

Setelah tiga hari berada di panti sosial, Yahya mengaku tidak betah dan ingin segera pulang. Satu hal yang membuatnya tidak betah ialah kondisi kamar penampungan yang lebih mirip sel penjara.

Di 'sel itu, ia meringkuk bersama 55 penghuni lainnya. Hanya ada satu kasur di sana. "Yang bisa tidur di kasur hanya kepala kamar. Kepala kamar adalah penguasa di sini. Padahal dia joki 3 in 1 juga, cuma badannya saja yang gede," ujarnya.

Tak hanya kondisi kamar, ia juga mengeluhkan kebijakan digabungnya para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dengan penderita gangguan jiwa.

Yahya sendiri mengaku sudah tidak betah berada di panti. Selama tiga hari berada di sana, tidak ada pembinaan sama sekali yang dirasakannya.

"Setiap hari saya cuma disuruh senam pagi dan mendengarkan ceramah. Setelah itu, enggak ada kegiatan apa-apa. Lama-lama membosankan!" keluhnya.

Saat ini, ia tengah mencari cara agar bisa keluar secepatnya dari tempat itu. Padahal, semestinya ia berada di panti maksimal selama 21 hari kecuali ada keluarga yang menjemput dan menjaminnya.

"Saya dengar ada petugas di sini yang namanya T dan A bisa dibayar Rp300 ribu buat mengeluarkan saya. Banyak yang sudah menggunakan jasa mereka," ungkapnya.

Padahal, untuk mengeluarkan warga binaan dari panti, keluarga cukup menyerahkan fotokopi KTP yang bersangkutan, kartu keluarga, surat rekomendasi RT/RW hingga kecamatan, dan surat rekomendasi dari pejabat Dinas Sosial DKI.

Bisa jadi Yahya tak sepenuhnya benar karena di pintu masuk panti terpampang spanduk dengan tulisan besar yang berisi larangan menyuap petugas untuk mengeluarkan penghuni panti. (Nicky Aulia Widadio/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya