Taksi Konvensional Siap Bersaing

Anastasia Arvirianty
26/3/2016 14:05
Taksi Konvensional Siap Bersaing
(MI/Panca Syurkani)

DI tengah persaingan era digital, transportasi umum konvensional atau yang bukan berbasis aplikasi daring, seperti taksi, menyatakan kesiapan mereka menghadapi segala tantangan era digital. Mereka siap berinovasi agar tidak tersisih.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Humas PT Blue Bird Tbk Teguh Wijayanto.

Lebih lanjut, ia mengatakan, di era digital ini, kecepatan dalam berinovasi memang menjadi tantangan. Perusahaan harus terus memikirkan ide-ide baru dalam menciptakan inovasi, jika terlambat maka akan sulit mengejar ketinggalan.

Perusahaan pun melihat, ada banyak potensi yang muncul dari aplikasi. Sehingga, pada dasarnya mereka tidak menolak adanya aplikasi transportasi daring, dan saat ini tengah fokus untuk mengembangkan aplikasi tersebut agar lebih user friendly, dan sebagainya.

"Sebenarnya, kami pun sudah inovasi, terbukti dengan adanya aplikasi daring sejak 2013 silam. Bedanya, aplikasi kami sesuai regulasi, yakni perusahaan transportasi yang gunakan aplikasi," terang Teguh.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Direktur PT Express Transindo Tbk (Express Taxi) David Santoso kepada Media Indonesia, pada Kamis (24/3). David mengatakan, saat ini pihaknya telah bekerja sama dengan aplikasi bernama MyTrips, yang sistemnya hampir serupa dengan GrabTaxi, dan dinilai sudah resmi mengikuti peraturan yang berlaku.

Sebelumnya, Taksi Express telah bergabung dalam aplikasi GrabTaxi. Namun, karena tidak ingin terlibat dengan aplikasi yang dinilai bermasalah, maka pihak Taksi Express pun memutuskan untuk tidak lagi bergabung deng Grab dan memilih bergabung dengan MyTrips.

"Sehingga, dengan ini kami berharap perusahaan bisa bersaing melawan perubahan zaman tentunya. Kami paham perkembangan digital dan tidak anti teknologi, sehingga kami akan terus meningkatkan mutu layanan kami," tutur David.

Terkait adanya sistem setoran, David mengakui hal tersebut memang diberlakukan perusahaan, namun murni tujuannya adalah agar pengemudi nantinya bisa memiliki taksi yang dipakai pada tahun ke tujuh.

"Jadi, setiap hari pengemudi dikenakan setoran Rp250 ribu-Rp300 ribu, fungsinya semacam menabung atau cicilan untuk beli mobil yang mereka pakai. Sisa uang di luar setoran, itu yang jadi penghasilan mereka," terang David.

Namun, berbeda dengan Blue Bird, Teguh Wijayanto mengatakan, pihaknya tidak menerapkan sistem setoran yang setiap hari harus setor sejumlah uang yang sudah ditentukan. Ia menjelaskan, Blue Bird menerapkan sistem komisi atau bagi hasil, mereka membebaskan supirnya untuk mendapatkan berapa saja sesuai pendapatan berdasarkan argo taksi.

Tetapi, tentu saja uang yang mereka dapatkan akan memengaruhi komisi yang mereka dapatkan per harinya. Jika mereka hanya mendapat sedikit konsumen per hari maka komisinya juga sedikit.

"Sehingga, jumlah komisi tergantung total pendapatan argo yang diperoleh pengemudi dalam sehari," tandas Teguh. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya