Heru: Parpol Sewa Aset DKI Sah-sah Saja

Damar Iradat/MTVN
23/3/2016 20:42
Heru: Parpol Sewa Aset DKI Sah-sah Saja
(ANTARA)

KEPALA Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono menegaskan aset Pemerintah Provinsi DKI berupa tanah dan bangunan bisa dimanfaatkan oleh pihak manapun. Partai politik pun diperbolehkan memanfaatkan aset DKI.

Pemanfaatan aset Pemprov DKI oleh parpol sebetulnya sah-sah saja. Karena, tidak ada aturan tertulis yang melarang aset disewakan untuk kegiatan politik.

"Tidak ada diatur (sewa aset untuk politik), tapi yang tidak boleh untuk kriminal," ungkap Heru di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (23/4).

Heru menambahkan, aturan soal pinjam pakai aset milik Pemprov DKI merupakan kebijakan gubernur dan sah-sah saja. Namun, kebijakan tersebut tidak dilakukan di zaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

"Itu kebijakan gubernur-gubernur yang lalu, saya rasa namanya gubernur memberikan bantuan, sah aja," tuturnya.

Heru menambahkan, parpol yang memanfaatkan aset DKI tidak menggunakan dengan gratis. Ada biaya sewa yang harus dibayarkan oleh parpol.

Biaya tersebut, lanjutnya, perlu dilihat per lokasi yang disewa. Biaya tarif sewa yang dibayarkan langsung masuk ke kas DKI.

Saat disinggung berapa jumlah pemasukan Pemprov DKI dari aset yang disewa parpol tersebut, Heru tidak bisa mengungkapkan. "Saya tidak hapal totalnya berapa," kata dia.

Ahok sebelumnya sempat mengatakan jika ada parpol yang belum membayar biaya sewa aset DKI. Heru mengatakan, BPKAD bisa saja menagih biaya tersebut.

Kendati begitu, ia berpatokan dengan aturan dalam PP nomor 27 tahun 2014 tentang Pemanfaatan Barang Milik Daerah/Negara.

"Di PP nomor 27 tahun 2014 itu kan memang ada beberapa kriteria yang diperbarui. Contoh, bahkan ada beberapa pengelolaan yang harus bayar," tuturnya.

Ia melanjutkan, Ahok sebelumnya juga telah meminta untuk dibuat Peraturan Gubernur soal pemanfaatan aset DKI ini. Ia pun mengaku sudah mengonsepkan Pergub tersebut.

Namun demikian, permintaan Ahok terganjal dengan belum adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri. Jadi, selama ini, Pemprov masih berpatokan dengan PP nomor 27.

"Itu harus turun dulu PP-nya, baru kita bisa bikin pergub. Kenapa? Dikhawatirkan, kalau memang kami lebih tinggi di dalam Pergub tidak masalah. Ketika Permendagri turun aturannya lebih tinggi, kami yang lebih rendah mungkin memanggil lagi pihak-pihak yang disewakan," tuturnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya