Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SEKELOMPOK remaja dengan dandanan berbeda dari remaja seusianya bergerombol di suatu tempat.
Meski rapi, tetap saja berbeda lantaran pakaian dengan aksesori yang mereka kenakan biasanya berwarna kontras atau bahkan bertabrakan.
Kaus oblong dan celana pensil warga gelap, misalnya, dipadukan dengan topi warna ngejreng.
Dengan sekali lihat, sebagian masyarakat dapat mengidentifikasi kelompok tersebut.
Kelompok itu menamakan diri mereka sebagai alay.
Dandanan alay laki-laki umumnya dengan model rambut emo dan punk rock yang terlihat nangung.
Sementara itu, yang perempuan kebanyakan memiliki rambut panjang terurai dilengkapi topi dan wajahnya ber-make-up.
Alay merupakan kependekan dari anak layangan atau anak lebay.
Tidak sulit menemukan kaum alay di Ibu Kota.
Saat ini, di hampir setiap wilayah banyak remaja yang mengikuti tren alay.
Di stasiun, di dalam bus Trans-Jakarta, di pinggir jalan, di depan sekolah, di area car free day (CFD), di acara konser musik, hingga pertunjukan musik yang ditayangkan beberapa stasiun televisi.
Salah seorang murid kelas 3 SMP di Jakarta Timur yang mengaku sebagai alay, Vicky, 15, mengaku sekali dalam seminggu menyempatkan pergi bergerombol bersama 10 temannya.
Ia menonton acara konser band dan menjadi fan dari band yang mereka sukai.
Bahkan, ia dan teman-temannya sesama anak alay itu memiliki band.
"Kami juga punya band, saya vokalisnya. Tapi band kita-kita aja. Biar enggak jelas, yang penting asyik," ujarnya, saat ditemui, beberapa waktu lalu.
Saat berbincang bersama teman sekelompoknya, Vicky menyelipkan kata-kata yang sukar dimengerti orang lain di luar kelompok mereka.
Penggunaan bahasa itu untuk menunjukkan bahwa mereka sudah menggunakan bahasa gaul kekinian yang terkenal di kalangan remaja seusianya.
Biasanya Vicky berbicara bersama teman-teman sekelompoknya dengan intonasi yang agak keras dan pengucapannya terputus-putus.
Kata-kata yang diucapkan, antara lain eloh, gueh, kepo, baper, cukstaw, gece, dan masih banyak lagi.
"Sekarang memang bahasa gaulnya kayak gini. Semua anak-anak sekarang pasti tahu bahasa itu," jelasnya dengan nada bangga.
Ia mengaku punya kebangaan tersendiri saat berdandan dan memutuskan untuk ikut kelompok alay, sebab bisa menunjukan diri yang sesungguhnya dengan rasa percaya diri.
Terkait pandangan masyarakat yang agak miring terhadap alay, menurut Vicky, itu hal biasa dan ia tidak peduli.
"Biarin aja. Kalau kami sih enjoy aja. Ngapain dipikirin, kan kami yang punya gaya," katanya.
Dapat penghasilan
Alay lainnya, Mita, 16, menuturkan gaya dandanannya bersama teman-temannya justru menjadi sumber penghasilan bagi mereka, sebab dengan gaya itu pula mereka kerap diundang untuk menjadi penonton acara musik di stasiun televisi.
Untuk satu episode, Mita dan kelompoknya dibayar Rp50 ribu hingga Rp100 ribu.
"Karena kalau buat tampil di TV memang butuh orang yang heboh, norak, dan enggak pemalu. Makanya yang dicari seperti kami ini," ujarnya.
Bila sedang banyak permintaan, dalam satu minggu ia bisa menghadiri 3-4 undangan.
Uang yang diperoleh dari stasiun-stasiun TV itulah ia gunakan untuk berjalan-jalan dan nongkrong bersama alay lainnya.
"Lumayan, buat nongkrong dan jalan-jalan enggak harus minta ke mama," kata Mita.
Menurut Iskandar, alay lain yang akrab disapa Botak, untuk menjadi penonton bayaran di acara live music TV, ia dan rekan-rekannya sudah ada yang mengoordinasikan.
Setiap acara TV bahkan memiliki 2 sampai 3 kordinator yang mengoordinasikan puluhan alay untuk meramaikan acara itu.
"Yang tampangnya cantik dan tampan, bayarannya beda. Agak mahal diamplopinnya. Tapi kalau yang pas-pasan kaya saya gini, paling mahal dibayar Rp50 ribu. Bahkan pernah tidak dibayar," ungkap Iskandar. (J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved