Permintaan Jamu Ilegal Tinggi

03/2/2016 07:30
Permintaan Jamu Ilegal Tinggi
()

BADAN Pengawas Obat dan Makanan (POM) kembali menggerebek sebuah pabrik jamu ilegal di Bogor karena menggunakan bahan kimia berbahaya tanpa izin. Ribuan bungkus dan botol jamu siap edar bernilai Rp6 miliar disita Badan POM dan polisi.

Namun, sayangnya, kata Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan POM Hendri Siswadi, besarnya produksi pabrik itu juga disebabkan besarnya permintaan dari masyarakat.

“Saat ini banyak pabrik ilegal yang memproduksi jamu dan obat tanpa sesuai dengan aturan. Ini semua karena permintaan banyak. Masyarakat banyak yang mengonsumsi karena harganya yang murah,” kata Hendri, Selasa (2/2/2016).

Bersama jajaran Badan POM dan puluhan polisi, Hendri menggerebek sebuah pabrik jamu ilegal di Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Dari pabrik yang berada di tengah kebun singkong itu, tak cuma jamu siap edar, petugas juga mendapati mesin-mesin pembuat jamu.

“Ada 17 merek jamu yang kita temukan dengan jumlah 300 ribu botol/bungkus. Jika diuangkan, nilainya mencapai Rp6 miliar. Juga ada mesin produksi yang nilainya lebih dari Rp1,3 miliar dan dua jenis bahan baku yang disimpan di tong senilai Rp200 juta. Jadi, kalau secara keseluruhan nilai aset di sini sebesar Rp7,5 miliar,” kata Hendri.

Besarnya hasil sitaan itu, sambungnya, tak lepas dari tingginya permintaan akan jamu-jamu tersebut. Pasalnya, pabrik itu memproduksi jamu berdasarkan pesanan.

“Itu bisa dilihat dari peredarannya. Kita temukan jamu-jamu ini sampai ke Sumatra. Di Jawa malah paling banyak. Permintaannya banyak, menyebar luas, dan obat ini banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah. Ya karena itu, harganya yang murah,” terang Hendri.

Ia juga menyebutkan semua jamu yang diproduksi di tempat itu mengandung bahan kimia berbahaya. “Ini membahayakan kesehatan masyarakat. Jika dikonsumsi, dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan sakit jantung, gagal ginjal, kanker, dan darah tinggi,” kata dia.

Hendri menyebutkan pelaku menggunakan modus berpindah-pindah tempat agar usahanya tak tercium aparat. Paling lama pabrik itu berproduksi setahun untuk kemudian berpindah tempat.

Di Desa Jampang itu sendiri, pelaku baru beroperasi selama tiga bulan.

Dari hasil pemeriksaan Badan POM dan polisi, ada sekitar 50 karyawan di pabrik itu. Namun, tak satu pun yang berlatar belakang farmasi.

Kebanyakan para pekerja itu dulunya ialah buruh dan kuli bangunan.

“Ada juga yang dulunya pengangguran atau bekerja di perusahaan leasing,” kata seorang polisi. (DD/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya