Relokasi Pedagang Oleh-Oleh Gagal

28/1/2016 11:29
Relokasi Pedagang Oleh-Oleh Gagal
(Sumber: TimMI/Grt/FOTO/Antara)

PEDAGANG oleh-oleh haji kembali berjualan di pinggir Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, setelah sempat menghilang karena direlokasi ke area milik Yayasan Said Naum pada awal November 2015.

Para pedagang kurma, aneka kacang, kismis, air zam-zam, dan oleh-oleh lainnya berjualan dengan menumpuk barang dagangan di lapak sederhana yang terdiri dari meja dan atap terpal disangga kayu. Sementara itu, tenda kuning bertiang besi yang sebelum penertiban digunakan oleh para pedagang, kini tidak nampak satu pun.

Mereka kembali beroperasi di tepi jalan sekitar tiga pekan belakangan. Para pedagang yang kini menempati kembali lokasi terlarang menyatakan heran karena baru sekarang keberadaan mereka dipermasalahkan. Padahal, para pedagang yang merupakan warga sekitar telah berjualan di lokasi itu sejak 1980, sehingga konsumen pun sudah paham betul ke mana harus mencari oleh-oleh haji.

"Saya saja dagang di sini sudah sekitar 19 tahun. Pedagang lainnya bahkan sudah banyak yang berjualan secara turun temurun. Semuanya warga belakang (Jalan KH Mas Mansyur) sini," kata Ipay, 38, salah seorang pedagang, pekan lalu.

Menurut mereka, penertiban tidak disertai alasan kuat dan solusi. Bahkan, Pemkot Jakpus menyerahkan proses relokasi pedagang ke pihak swasta yang mengelolanya secara komersial.

Di tempat relokasi yang berjarak sekitar 100 meter dari lapak lama, pedagang harus menyewa tempat berjualan Rp2 juta per bulan. Hal itulah yang memicu buntunya kesepakatan antara pedagang dan pengelola lahan, sehingga mereka memilih tidak berjualan. Setelah lebih dari satu bulan tidak berjualan, barulah mereka kembali ke lokasi lama di Jalan KH Mas Mansyur.

"Sebelumnya (saat berjualan di pinggir jalan), kami paling bayar ke koordinator Rp50 ribu (per hari). Harusnya jangan sampai main lepas saja, sampai kita menempati lapak baru," katanya.

Apalagi pedagang merasa omzet penjualan oleh-oleh haji di Jalan KH Mas Mansyur dua tahun terakhir lesu. Namun, bukan karena pascapenertiban. Namun, mereka berasumsi sepinya penjualan oleh-oleh haji disebabkan lemahnya daya beli masyarakat belakangan ini.

"Sebelumnya, dalam sebulan kami bisa dapat untung bersih minimal Rp5 juta. Tapi sekarang, cukup buat makan saja sudah alhamdulillah," akunya.

Upong, 42, pedagang lainnya, menyatakan menolak bila pedagang oleh-oleh haji di Jalan KH Mas Mansyur dinyatakan sebagai pedagang liar, sebab pemerintah sempat menyatakan kawasan Tanah Abang sebagai sentra penjualan kurma dan oleh-oleh haji di Jakarta.

Minta dibina
Ia mengungkapkan perwakilan pedagang sudah berulang kali meminta kepada Pemkot Jakpus untuk mendapat pembinaan, supaya mereka lebih tertata dan terkoordinasi. Namun, sampai saat ini, pemintaan itu tidak ditanggapi. "Pedagang sudah dua kali datang ke kantor Wali Kota (Jakarta Pusat). Bagian depan lapak semua pedagang juga diberi tanda garis menggunakan cat, penanda sebagai pedagang binaan. Tapi kemarin (November 2015) malah digusur," paparnya.

Kepala Suku Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Perdagangan Jakpus Bangun Richard mengatakan pedagang kaki lima (PKL) di tepi jalan memang harus ditertibkan. Itu mengacu pada instruksi 5 Tertib yang gencar digaungkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. "Salah satu isi 5 T ialah tertib PKL. Kita jalankan saja peraturan yang berlaku," jawabnya.

Ia juga mengakui dalam penertiban pedagang oleh-oleh haji di Jalan KH Mas Masyur, pihaknya hanya merelokasi. Terkait dengan biaya sewa lapak di tempat baru, semuanya diserahkan berdasarkan kesepakatan antara pedagang dan pemilik lahan.

"Kami kan sudah kasih solusi merelokasi mereka (pedagang) ke Said Naum. Masalahnya, pedagang merasa biaya sewa lapaknnya terlalu mahal," jelasnya. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya