Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
AKSI teror peledakan bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, yang seharusnya menimbulkan suasana mencekam, telah berbalik menjadi bahan senda gurau.
Di satu sisi, hal itu menunjukkan sikap positif warga yang tidak terseret teror.
Di sisi lain, perilaku warga tersebut memperlihatkan kewaspadaan warga yang lemah sehingga rawan jatuh menjadi korban terorisme.
Lemahnya kewaspadaan seperti itu sudah terlihat tidak beberapa lama setelah kejadian di hari H.
Dimulai seusai ledak-an bom bunuh diri di pos polisi.
Masyarakat berkerumun melihat polisi yang menjadi korban.
Tidak disangka dua pelaku teroris berada dalam kerumunan dan menembakkan peluru ke arah polisi yang juga berada di antara kerumunan.
Massa kemudian lari tunggang langgang menyebar ke segala penjuru mata angin.
Peluru dari senjata teroris juga menerjang warga sipil yang semula ikut dalam kerumunan.
Akan tetapi, tidak berapa lama, massa berkerumun lagi dan menjadikan aksi penyergapan polisi sebagai tontonan bak syuting film laga.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi, menilai tingkah laku tersebut merupakan sebuah anomali jika dibandingkan dengan serangan teroris yang terjadi di negara lain.
Saat serangan di Paris, ketika polisi melakukan penyergapan, keadaan sekitar sepi.
Masyarakat Paris merasa terancam dan takut dijadikan sasaran.
Berkaca dari peristiwa Thamrin, Muradi menilai masyarakat Indonesia tidak merasa terancam.
Warga, kata Muradi, sudah meyakini sasaran teroris ialah simbol-simbol Barat, warga negara asing khususnya Eropa dan Amerika, juga aparat keamanan seperti polisi, TNI, atau intelijen.
"Agak unik memang, masyarakat melihat yang menjadi sasaran teroris ialah simbol Barat, kedua orang asing, ketiga aktor keamanan, polisi, TNI, intelijen, jadi mereka tidak masuk struktur yang akan dijadikan sasaran," ujar Muradi saat dihubungi, kemarin.
Menurutnya, perlu sebuah prosedur operasi standar (SOP) dan tindakan tegas dari polisi untuk mengamankan wilayah sekitar.
Paling tidak, dalam radius 1 km dari tempat kejadian perkara harus steril dari publik.
Jubir Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengaku tidak hapal berapa radius yang tidak diperbolehkan bagi masyarakat untuk mendekat.
Namun, SOP menyangkut itu sudah ada.
Penerapan SOP terhambat sikap masyarakat yang belum sadar akan keamanan diri sendiri.
"Jelas ada SOP. Itu masyarakat saja secara spontan karena melihat sesuatu yang mengherankan. Mungkin juga ada yang datang mau melihat atau sambil lewat. Kita kan motor jatuh saja dijadikan tontonan," keluh Irfan.
Kesadaran sendiri
Senada, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan menyesalkan tindakan masyarakat yang berkerumun di tempat kejadian perkara (TKP).
Perilaku itu menyulitkan polisi untuk menertibkan.
Seharusnya, masyarakat dengan kesadaran sendiri menjauhi lokasi agar terhindar dari bahaya.
"Pokoknya seburuk-buruknya, jika ada peristiwa seperti di Sarinah, jauhi TKP. Jangan menonton, itu bukan bahan tontonan," cetus Anton di Mabes Polri, kemarin.
Lazimnya, lanjut Anton, polisi membuat jarak tergantung jenis peristiwa.
Jika berupa pengeboman, akan dibuat jarak berlapis. Setiap lapis hanya boleh dimasuki pihak yang sesuai wewenang. (Beo/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved