Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
TINGKAT perceraian di Kota Bekasi menduduki urutan 14 di antara kota dan kabupaten se-Jawa Barat. Rata-rata penyebab rusaknya rumah tangga itu diakibatkan faktor perselisihan dan ekonomi.
"Total kasus perceraian ada 1.746 kasus. Tapi Kota Bekasi termasuk daerah yang masih rendah ketimbang daerah lain," kata Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi, Risnawati, Kamis (28/6).
Dari 1.746 itu, kata Risnawati, untuk kasus yang disebabkan perselisihan dan pertengkaran sebanyak 1.606 kasus, sedangkan yang dilatarbelakangi ekonomi sebanyak 67 kasus. Menurut Risnawati, angka itu berdasarkan data Pengadilan Agama tahun 2017 lalu.
Untuk menekan angka perceraian itu, kata Risnawati, pihaknya sudah memiliki beberapa program pada tahun 2017. Salah satunya konseling keluarga, sosialisasi pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Anggaran yang telah disiapkan untuk kegiatan ini adalah Rp350 juta.
Utuk program pendampingan perempuan kata Risnawati, pihaknya menekankan pada aspek pendidikan, kesehatan keterampilan, infrastruktur dan daya beli untuk keluarga miskin. Jumlah dana yang disiapkan adalah sebesar Rp460 juta.
“Setiap tahun ditunjuk satu kecamatan dan dipilih kelurahan yang tingkat kemiskinannya tertinggi. Apalagi, program perlindungan peran wanita keluarga sehat dan sejahter (P2WKSS) dilombakan setiap tahun dan kota Bekasi setiap tahun mendapat penghargaan,” tandas dia.
Selain Bekasi, Kota Depok juga tercatat sebagai kota dengan tingkat perceraian yang tinggi. Bahkan jumlahnya perceraian di Kota Depok lebih banyak dibandingkan di Kota Bekasi yakni 2.865 kasus. Tingkat perceraian paling tinggi di Jawa Barat, ialah Kota Cimahi. Kota tersebut di urutan pertama dengan 9.244 angka perceraian.
Anak jadi korban
Menurut Risnawati, dampak yang paling banyak dirasakan saat proses perceraian adalah anak. Sebab, kasus itu akan berujung pada perebutan hak asuh anak. "Menyangkut hak asuh anak kita akan dampingi terus saat persidangan. Kalau putusan itu sudah ranah hakim," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Bekasi, Ruri Aprijanto mengatakan, fenomena perceraian mempengaruhi mental anak. Mereka bisa saja menjadi liar lantaran kurangnya perhatian orangtua.
“Anak-anak korban perceraian orangtua akan terganggu mentalnya,” katanya, Kamis (28/6). Selain pengaruh orang tua, faktor ekonomi yang menjadi sumber utama kenakalan anak.
Meski begitu, Ruri mengaku, terus membuka program konseling untuk anak-anak korban cerai orang tuanya. Salah satunya mendampingi anak untuk berkonsultasi dengan psikiater. “Kita sudah siapkan psikiater untuk anak,” tandasnya. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved