Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PASCA mogoknya sejumlah petugas layanan bus (onboard) Transportasi Jakarta (TransJakarta), Senin (12/6), karena menuntut kebijakan pengangkatan karyawan kontrak menjadi karyawan tetap, PT TransJakarta mulai mengeksplorasi data karyawan. Hasilnya cukup mengagetkan, selama ini, data karyawan yang dimiliki TransJakarta tidak jelas dikarenakan TransJakarta sempat mengalami peralihan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) sejak 2004 sampai 2013 hingga menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada 2014.
Direktur Utama TransJakarta Budi Kaliwono mengatakan, selama ini dirinya tidak pernah mendapat data terbaru yang jelas. Status tiap karyawan, apakah dia bekerja sejak TransJakarta berdiri atau sempat keluar lalu masuk lagi tidak pernah jelas, katanya. Padahal, setiap usia kerja dan lama masa kerja memiliki konsekuensi yang berbeda.
“Kami tidak pernah dapat data update yang clear sejak 2004 sampai ke 2017. Apakah karyawan ini bekerja dari awalsampai akhir atau keluar masuk. Ini yang harus diperjelas dulu. Kita bukan bermaksud menghambat, kita lagi cari benang merahnya supaya tidak menyalahi secara ke-BUMD-an,” kata Budi di Balai Kota, Selasa (13/6).
Besok, Rabu (14/6), karyawan TransJakarta akan menagih janji diterbitkannya Surat Keputusan (SK) tentang pengangkatan karyawan kontrak menjadi karyawan tetap. Karyawan memberi waktu 2x24 jam kepada manajeman TransJakarta untuk membuat SK tersebut. Jika SK yang dikeluarkan tidak memenuhi keinginan, maka karyawan akan mogok kembali.
Baca juga: Sikapi Aksi Mogok Djarot Sarankan PT TransJakarta Rekrut Karyawan Baru
Saat ini, TransJakarta memiliki 727 supir armada bus dan 2.498 petugas layanan bus. Budi mengaku tidak tahu pasti berapa jumlah karyawan yang masih berstatus kontrak. Namun, ia memastikan jumlahnya lebih banyak dari pegawai kontrak.
“Total pegawai onboard yang masih kontrak saya tidak tahu pasti berapa. Tapi cukup banyak. Makanya kita lagi eksplor mencari tahu supaya jelas. (Untuk angkat karyawan tetap) BUMD kan ada batasannya. Angkanya tidak bisa di pas-pasin sekarang,” jelasnya.
Budi menampik jika manajemen TransJakarta dikatakan memiliki konflik dengan karyawannya. Ia menekankan, diskusi dengan lima perwakilan karyawan kemarin banyak disebabkan kesalahpahaman. Misalnya, karyawan memprotes kebijakan tidak diperbolehkannya sepasang suami istri bekerja bersama di TransJakarta.
“Sebenarnya manajemen sudah keluarkan surat dari Januari 2016 bahwa yang sudah tercatat sebagai karyawan mereka boleh bekerja dengan suami atau istrinya,” kata Budi.
Salah seorang karyawan TransJakarta di area Jakarta Selatan yang enggan menyebut identitasnya mengatakan, ia dan rekan-rekan khawatir tidak mendapat jaminan kesejahteraan pada usia 35 tahun. Sebab, beredar kabar karyawan dengan usia 35 tahun akan diputus kontrak tanpa pesangon.
Terkait hal itu, Budi menjelaskan bahwa batasan usia karyawan 35 tahun hanya berlaku untuk petugas frontliner. Sehingga petugas frontliner akan ditempatkan di bagian dalam perusahaan.
“Yang kerja di lapangan jaga jalur usianya sudah lanjut ya enggak sesuai lah. Tapi kami sudah pikirkan beberapa dari harapan mereka masuk akal. Nanti kita pindahkan kebagian dalam,” imbuh
Budi menambahkan, untuk mendapat kebijakan yang sesuai, pihaknya harus melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Sanksi bisa saja diberlakukan bagi karyawan yang melakukan mogok, misalnya saat pengangkatan mereka bisa saja tidak diangkat tetap atau dipecat. Lantaran mereka dinilai lalai memberikan layanan bagi warga.
“Kami tidak ingin ini menjadi lebih pelik. Aspirasi diterima tapi asal tidak bertentangan dengan pelayanan fasilitas. Kita tidak toleran,” imbuh Budi.
Akibat mogok Senin (12/6) lalu kemacetan terjadi di beberapa halte. TransJakarta mencatat terjadi penurunan jumlah penumpang sebanyak 30.000 penumpang pada pukul 11.00 WIB. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved