Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DUA batang rokok direnyuk dalam genggaman menghiasi logo yang bersanding dengan tagar #KerenTanpaRokok, melapisi sebagian badan bus Trans-Jakarta sejak kemarin. Di bagian belakang bus, logo yang sama ditambah gambar dompet kosong bertuliskan ‘Ngerokok cuma bakar uang’.
Kampanye semacam ini bukan barang baru, Sejak 2013, pemerintah sudah mewajibkan perusahaan rokok menampilkan ilustrasi bahaya merokok pada bungkus rokok. Mulai dari gambar paru-paru yang menghitam hingga gambar bibir dan tenggorokan bolong akibat merokok terpampang sudah.
Seperti tidak jera dengan minimnya efek kampanye sebelumnya, PT Trans-Jakarta menyulap 21 bus mereka--10 bus single, 10 bus pink, dan satu bus gandeng, untuk membawa pesan kampanye antirokok yang digagas Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau. “Pesan utamanya adalah dompet jadi kosong kalau merokok karena hanya membakar uang. Masyarakat yang melihat bus kami akan membacanya,” kata Dirut PT Trans-Jakarta Budi Kaliwono di Balai Kota, kemarin.
Tika, 26, seorang pekerja swasta, yakin upaya kali ini akan membuahkan hasil. “Pasti ada manfaatnya. Kalau di bus akan ada lebih banyak masyarakat yang melihat. Misalnya, mereka yang di jalan atau sedang menunggu di halte,” ujar warga Jakarta Barat itu.
Namun, kata selalu berbalas kata. Kalimat kampanye antirokok dan tagline iklan rokok, makin lama bersaing semakin hebat. Iklan rokok dengan slogan ngehips bagi anak muda pun terpampang lebih banyak dan lebih luas. Alhasil, kampanye antirokok selama ini tak bertaji.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2015, rokok--khususnya kretek filter, menjadi komoditas nomor dua tertinggi yang memberi pengaruh besar terhadap kemiskinan. Urutannya di bawah beras. Masing-masing sekitar 8%, hanya beda digit di belakang koma.
Taufik, 29, mungkin salah satu dari perokok yang tak terpengaruh dengan kampanye antirokok. Menurutnya, stiker baru yang terpampang di bus Trans-Jakarta itu tak akan efektif selama harga rokok masih terjangkau.
“Buat saya sendiri sebagai perokok enggak ngaruh stiker-stiker itu. Kalau harganya seperti di luar negeri mungkin baru pikir ulang,” tuturnya.
Riset Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) menyebut konsumsi rokok pada keluarga miskin 14 kali biaya konsumsi daging, 11 kali biaya kesehatan, dan tujuh kali biaya pendidikan.
“Masyarakat harus pandai pilih prioritas dalam hidup, bukan belanjakan uang untuk rokok, tapi untuk yang berguna,” ujar Ketum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo. (Yanurisa Ananta/J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved