Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BAGI penggemar wisata ziarah, Masjid Jami Assalafiyah di Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, tidak asing. Di kawasan masjid tersebut terdapat makam Pangeran Djakerta (Ahmad Djaketra). Masjid itu dibangun sang pangeran pada 1620.
Adolf Heuken SJ dalam bukunya, Mesjid-Mesjid Tua di Jakarta (Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta 2003), menyebutkan, dari masjid ini Pangeran Djaketra mengatur perlawanan terhadap VOC.
Sebelumnya, masjid pertama bergaya Jawa di Jakarta itu, ungkap Hauken, dibakar saat Jan Pieterszoon Coen memorak-porandakan Jayakarta pada 1619. Tempatnya digunakan untuk membangun rumah perwakilan Inggris.
Letak masjid pertama kali berada di sebelah selatan Hotel Omni Batavia (sekarang de Rivier Hotel). Sekarang namanya Jalan Kali Besar Barat dan Jalan Roa Malaka Utara, Jakarta Kota.
Sebelumnya banyak yang meragukan makam di sisi masjid itu makam Pangeran Jayakarta. Keberadaannya juga pernah dirahasiakan dari publik dan baru diberitakan pada 1950.
Tepat di sisi kanan masjid berdiri sebuah bangunan, mirip pendopo, yang berisi lima makam, yakni Pangeran Achmad Djaketra, Pangeran Lahut, Pangeran Surya, Pangeran Shogeri, dan makam Ratu Rafi’ah.
Selain kelima makam itu, puluhan makam mengitari sisi kanan dan belakang masjid. Semuanya makam keturunan dan kerabat Pangeran Djaketra.
Sejarawan Jakarta, Alwi Shihab, mengatakan, setelah Jayakarta jatuh ke tangan Belanda, Pangeran Achmad Djaketra dan para pengikutnya hijrah ke sebuah daerah yang ditumbuhi pohon jati. Daerah itu kemudian dikenal dengan sebutan Jatinegara Kaum.
Di tempat itulah sekitar tahun 1620, Pangeran Achmad Djaketra mendirikan Masjid Jami’ Assalafiyah. “Serambi Masjid digunakan untuk menyusun perlawanan,” kata Alwi.
Alwi menjelaskan, saat itu wilayah Jatinegara Kaum kembali memegang peran penting dalam melakukan perlawanan terhadap VOC.
Bangunan makam ini pernah direnovasi di masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1968. Renovasi kedua dilakukan setelah 15 tahun kemudian atau pada 1982, zaman Gubernur DKI Jakarta R Soeprapto. Kondisinya saat ini masih cukup terawat dan selalu ramai dengan peziarah. Kompleks Makam Pangeran Jayakarta ditetapkan sebagai situs sejarah, purbakala, cagar budaya. (Mal/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved