Memaknai Pancasila di Kampung Lauser

Nicky Aulia Widadio
04/6/2017 19:05
Memaknai Pancasila di Kampung Lauser
(ANTARA/Nyoman Budhiana)

"INI kok warna merah, kok ini hijau, kok ini ada kepala kebo (kerbau)," kata Ganda Saputra, 36, menirukan celoteh anak-anak di Kampung Lauser. "Akhirnya saya jelasin, itu bukan kepala kerbau, tapi kepala banteng, lambang sila keempat," katanya sambil tertawa geli.

Dialog itu, kata Ganda, hadir saat ia tengah mengecat sebuah papan berlambang Pancasila. Papan tersebut berukuran 1,3 meter x 1,3 meter persegi. Di atasnya telah terukir lambang Pancasila. Burung Garudanya berwarna emas. Tidak lupa kalimat 'Bhineka Tunggal Ika' tersemat di bawahnya.

Belakangan, warga RT 08 RW 08 Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan ini bergotongroyong membangun Tugu Pancasila. Mulai dari perencanaan hingga pengerjaannya dilakukan bersama-sama. Tugu Pancasila yang kini pengerjaannya baru mencapai 80 persen ini, akan dipasang di depan kampung mereka menghadap ke jalan raya.

"Biar anak-anak dan keturunan kami nantinya mengerti. Yang tertanam dalam tugu tersebut apa. Supaya mereka tahu apa nilai-nilai pancasila, siapa yang mencetuskannya, sedikit demi sedikit kita juga mengajarkan kepada adik-adik kita yang masih sekolah," kata Ganda.

Pembangunan tugu dilakukan secara bertahap. Sedikit demi sedikit, melalui uang yang didapat dari 'kecrekan', mereka membeli bahan-bahan bangunan.

"Setiap Rabu malam kita keliling ke rumah warga, minta sumbangan seiklasnya," tutur Ganda.

Setiap dana yang terkumpul kemudian dibelikan bahan bangunan. Ganda bertugas memikirkan rancangan desainnya, sementara bagian konstruksi dikerjakan oleh warga lain yang lebih paham. Pengerjaannya sendiri dilakukan malam hari selepas salat tarawih. Sebab, pada pagi hingga siang hari warga harus melakukan aktifitasnya masing-masing.

Menurut Ganda, suatu kebetulan bahwa ide ini berkaitan engan isu kebangsaan yang mengemuka belakangan. Mereka bahkan juga sepakat menyematkan kampung yang mereka tinggali ini sebagai Kampung Pancasila sejak setahun yang lalu. Kala itu, warga Kampung Lauser sempat dihebohkan dengan sengketa tanah dengan PT PAM Jaya.

"Saat itu kami merasa tidak ada keadilan masyarakat di sini, padahal kami ada untuk negara," tandasnya.

Setahun berselang baru lah muncul ide pembuatan Tugu Pancasila. Bukan hanya simbolik, namun pembangunan tugu ini memiliki makna yang mendalam bagi Ganda dan warga Kampung Lauser lainnya.

"Pancasila itu secara tidak langsung kita aplikasikan di kehidupan sehari-hari, dan itu terjadi di sini. Sederhana saja, tidak perlu ribut-ribut soal agama, musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan permasalahan," tuturnya.

Rata-rata warga Kampung Lauser mulanya adalah perantau yang berkembang turun temurun. Mereka berasal dari beragam suku. Mulai dari Betawi, Jawa, Minang, Madura, dan lain-lain.

"Yang penting saling menghargai, jangan terpancing isu SARA yang memecah belah. Kita di sini nggak mau menggolongkan kampung ini ke dalam satu golongan," katanya.

Salah seorang warga di Kampung Lauser, Tin, 46, turut menyambut baik penyematan Kampung Pancasila beserta Tugu Pancasila sebagai simbol di kampung tempat ia tinggal kini. Menurutnya, nilai-nilai Pancasila semestinya melekat sebagai pemersatu di tengah keberagaman masyarakat.

"Agama aja contohnya ya. Menurut saya, agama itu urusan masing-masing, nggak perlu mempermasalahkan agama orang lain apalagi sampai ribut, hal seperti ini kan terkandung di Pancasila," tukasnya.

Kini, Tugu Pancasila menanti untuk disematkan. Warga Kampung Lauser berharap pemaknaan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila selalu menyertai keseharian mereka. "Nggak mudah memang, tapi pelan-pelan pasti bisa," kata Ganda. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya