Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
TINGKAT kesadaran tertib berlalu lintas pengguna jalan di Jakarta masih rendah. Ditlantas Polda Metro Jaya mencatat, hingga hari kedelapan Operasi Patuh Jaya kemarin, sudah 3.618 pengendara yang ditilang atau sekitar 450 pengendara tiap harinya.
Kasubdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKB Budiyanto memaparkan pelanggaran yang paling banyak dilakukan yakni melawan arus, tidak pakai helm, tidak menyalakan lampu utama, surat-surat kendaraan bermotor, dan tidak menggunakan sabuk pengaman.
"Dari 3.618 pengendara yang ditilang, 2.475 di antaranya pengendara roda dua. Paling banyak karena kedapatan melawan arus. Padahal, pelanggaran yang dilakukan bukan hanya bisa merugikan diri sendiri, melainkan juga nyawa pengguna jalan lainnya," terang Budiyanto, kemarin (Rabu, 17/5).
Operasi Patuh Jaya digelar 9-22 Mei 2017 yang serentak dilakukan di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran disiplin berlalu lintas. Kelalaian dalam berkendara, sambung Budiyanto, lebih besar dipicu rendahnya tingkat kesadaran pengendara itu sendiri.
Ditlantas Polda Metro Jaya telah menginstruksikan kepada jajaran di bawahnya untuk menindak tegas para pelanggar lalu lintas. "Kita tegaskan jangan ada lagi kata damai di tempat (sogok). Kalau memang petugas kita masih ada yang menawarkan hal itu, silakan lapor ke kantor. Kita akan menindak tegas oknum tersebut," tegasnya.
Ditakut-takuti petugas
Indikasi masih ditemukan adanya praktik suap di jalanan diutarakan Laili Fitrianti, 31, warga Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pekan lalu, saat melintas di jalan dengan suaminya, ia terjaring razia.
Perjalanannya harus terganggu akibat suaminya tidak dapat menunjukkan SIM A yang semestinya dikantongi untuk mengendarai kendaraan roda empat.
"Suami saya kena tilang karena enggak punya SIM. Dari awal sih kita sudah minta agar ditilang saja. Akan tetapi, polisinya malah mengulur-ulur waktu," ceritanya.
Proses penindakan oleh petugas saat itu terbilang lama. Awalnya, petugas menganjurkan supaya ada anggota keluarganya yang memiliki SIM A untuk datang ke lokasi guna membawa kendaraan yang tengah dikendarai mereka tersebut.
Apabila ia tidak mau, petugas itu mengancam akan mengandangkan mobil mereka. "Katanya mobil harus dikandangin. Aturan dari mana itu? Dia kan penegak aturan, kok enggak mengerti aturan sih?" gugat Laili.
"Suami saya juga bilang, 'Sudah bawa saja sana Pak mobilnya, tapi di surat tilang harus tertulis pelanggarannya tidak bawa SIM A'. Eh polisinya malah diam saja, padahal tadi ancamannya begitu," imbuhnya.
Laili dan suami curiga hal itu dilakukan petugas tersebut hanya untuk mengulur waktu sampai mereka menawarkan 'damai' di tempat. "Itu kan jelas dia tunggu kita tawarkan damai. Kita tetap enggak mau. Akhirnya, setelah 1 jam, baru dia menilang kita. Mau menilang saja kok pakai ribet dulu," keluhnya.
Beda lagi dengan Dewi, 28, warga Larangan, Tangerang, Banten. Ia mengaku tak kapok membayar denda tilang di pengadilan. "Alasannya karena bayar tilang tak serumit dan semahal membuat SIM," ucapnya singkat. (DA/J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved