Masyarakat Keluhkan Tilang-E

Nicky Aulia Widadio
03/5/2017 09:15
Masyarakat Keluhkan Tilang-E
(MI/Arya Manggala)

EFEKTIVITAS penerapan sistem tilang elektronik (tilang-e) belum menyeluruh. Ada 269 wilayah kabupaten/kota yang belum menerapkan tabel denda, termasuk DKI Jakarta.

Meski sistem tilang-e telah berlaku, masyarakat masih mengeluhkan rumitnya pelasanaan denda tilang. "Kami khawatirkan masyarakat yang berdesak-desakan, berduyun-duyun ke pengadilan masih akan ada di waktu ke depan. Kami berpendapat sebisa mungkin itu ditiadakan," kata Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala, kemarin.

Menurutnya, penerapan tilang-e belum efektif karena sistem tabel denda belum digunakan. Dari 531 kabupaten/kota, baru 262 yang telah menerapkan tabel denda di aplikasi tilang-e. DKI Jakarta termasuk yang belum.

Sistem tabel denda belum diterapkan karena belum disetujui pengadil-an negeri setempat. "Pihak MA masih kekeuh untuk hal tertentu disidang saja. Mungkin ada benarnya juga. Makanya kita cari simbiosis lah di antara ini untuk memudahkan masyarakat," sambungnya.

Tanpa tabel denda, pelanggar tidak membayar denda sesuai pelanggarannya, melainkan berdasarkan denda maksimal yakni Rp500 ribu. Baru kemudian persidangan memutuskan jumlah denda final.

Jika nilainya lebih kecil daripada denda maksimal, masyarakat mesti mengurus pengembalian sisa pembayaran. "Kalau masih menggunakan denda maksimal atau titipan denda maksimal, itu namanya kita kembali ke sistem tilang konvensional," kata Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Royke Lumowa di Markas Korlantas Polri, kemarin (Selasa, 4/5).

Besaran denda berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pendapatan per kapita masyarakat setempat. Pihak kepolisian, lanjut Royke, telah melakukan pendekatan ke pengadilan agar penerapan tabel denda bisa dilaksanakan secara menyeluruh. "Untuk mencapai sistem hukum lalu lintas yang lebih sederhana, cepat, dan murah."

Tanpa pelat nomor
Salah satu penyebab tilang ialah karena kendaraan tidak menggunakan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB). Di sisi lain, masyarakat mengeluh kelangkaan dan keterlambatan pemberian TNKB. Ombudsman menyatakan menerima 500 pengaduan se-Indonesia.

"Bahkan repotnya, ketika nomor belum ada dan dipakai kertas atau tripleks, tetap ditilang. Ini mengindikasikan tidak adanya kekompakan dari satwil di daerah," ujar Royke. Dia mengusulkan pengadaan TNKB bisa dilakukan di daerah agar lebih cepat.

Korlantas mengaku sedang mengusahakan sistem katalog-e melalui kerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam distribusi TNKB.

"Sudah ada tiga pemenang tender pengadaan TNKB. Jadi, enggak ada lagi penunjukan langsung atau kontak dengan perusahaan," tandas Royke.(Nic/J-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya